Karya Tulis
720 Hits

Bab 10 Melobi Sang Bapak


قَالُوا يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ

 

Mereka berkata: Wahai bapak kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.”

(Qs. Yusuf: 11)

 

Pelajaran dari ayat di atas

 

Pelajaran (1) Melobi Bapak

 

Saudara-saudara Yusuf adalah orang-orang yang sangat cerdik. Mereka merencanakan tipu daya dengan membuat Plan A (untuk membunuh Yusuf) dan Plan B (dengan membuang Yusuf ke dalam sumur). Kemudian untuk menjalankan rencana mereka, mereka menyusun langkah-langkahnya.

 

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mendekati bapak mereka, yaitu Nabi Ya’kub dengan mengatakan,

 

قَالُوا يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ

 

"Wahai bapak kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.”

 

Berkata Ibnu Katsir (2/452),

 

وَهَذِهِ تَوْطِئَة وَدَعْوَى وَهُمْ يُرِيدُونَ خِلَاف ذَلِكَ لِمَا لَهُ فِي قُلُوبهمْ مِنْ الْحَسَد لِحُبِّ أَبِيهِ لَهُ .

 

 

“Ini adalah pendekataan dan pengakuan (dari mulut mereka), padahal mereka menginginkan hal yang sebaliknya, ini dikarenakan hasad dari dalam hati mereka akan cinta bapaknya kepada Yusuf.”

 

Banyak orang di masa sekarang yang mempunyai sifat seperti saudara-saudara Yusuf di atas. Bahkan ini terjadi pada semua level kehidupan, terutama dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik.  

 

Pelajaran (2) Kata-kata Manis

 

  قَالُوا يَا أَبَانَا

 

Mereka berkata, “Wahai Bapak kami...”

 

Kata (Ya Abana) di dalam al-Qur'an menunjukkan kedekatan anak kepada bapaknya.

 

Ini juga disebutkan di dalam firman Allah,

 

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

 

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".” (Qs. Luqman: 13)

 

Saudara-saudara Yusuf memanggil bapak mereka dengan panggilan kesayangan (Ya Abana). Mereka sengaja menyapa bapaknya dengan kata-kata manis untuk melancarkan rencana makar mereka.

 

Berkata Sayyid Thanthawi di dalam at-Tafsir al-Wasith (7/325),

 

وفى ندائهم له بلفظ " يا أبانا " استمالة لقلبه ، وتحريك لعطفه ، حتى يعدل عن تصميمه على عدم خروج يوسف معهم .

 

“Panggilan kepada bapak mereka dengan lafadz (wahai bapak kami) adalah usaha untuk meluluhkan hatinya, mengobok-ngobok perasaannya agar mau merubah pandangannya untuk tidak mengizinkan Yusuf keluar bersama mereka.”  

 

Oleh karena itu, seorang muslim harus selalu waspada, jangan mudah terperdaya kata-kata manis. Seperti Iblis yang memperdaya Adam dengan kata-kata manis, dengan dalih menasehati Adam padahal sebenarnya dia ingin menjerumuskannya  untuk melanggar perintah Allah. Surat Yusuf ini mengajarkan kita kewaspadaan terhadap orang-orang yang berkata manis. 

 

Pelajaran (3) Tekanan Psikologi

 

  مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ

 

“Apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf.

 

Kesepuluh anak Nabi Ya’kub ingin memberikan tekanan psikologis kepada bapak mereka, seakan-akan mereka berkata kepadanya, “Wahai Bapakku, mengapa engkau tidak percaya kepada kami yang merupakan anak kandungmu, engkau selalu mencurigai kami, tidak mengizinkan kami bermain bersama Yusuf. Yusuf itu saudara kami. 

 

Mereka ingin menggoyahkan hati bapaknya dengan mengaduk-aduk perasaan bapak terhadap diri mereka.

 

Di sinilah perasaan Nabi Ya’kub menjadi goyah dan ragu-ragu, ingin menahan Yusuf untuk tidak pergi, tetapi mereka yang mengajak dan meminta adalah anaknya sendiri. Adakah seorang bapak yang tidak percaya kepada anaknya sendiri. Sebaliknya jika mengizinkan Yusuf pergi, dirinya sangat khawatir atas keselamatan Yusuf.  Sangat dilematis.

 

Pelajaran (4) Makna Nasehat

 

وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ

 

“Dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya.”

 

  1. Tidak cukup di situ saja, tekanan psikologis kepada bapak mereka,  mereka pun melanjutkan dari satu tekanan kepada tekanan berikutnya. Mereka mengatakan akan selalu memberikan nasehat kepada Yusuf, dan Yusuf adalah adik mereka sendiri. Mereka akan selalu menjaga dan berbuat baik kepadanya. Bukankah saudara yang lenih senior akan menyanyangi dan menjaga saudara yang lebih kecil dan yunior ?  

 

Kata (Nashihun) berasal dari akar kata (Nashaha), yang kemudian menjadi kata nashihah (nasehat). Dalam hadits dari Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama adalah nasehat. Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim)

 

Nasehat adalah ungkapan yang bertujuan mewujudkan kebaikan kepada seseorang. Nasehat itu artinya khulus (kosong dan bersih). Makna ‘ikhlas’ setara dengan makna ‘nasihat’. Karena di dalam menasehati, tidak ada sesuatu yang diinginkan dari keuntungan dunia. Oleh karena itu penasehat itu seharusnya tidak dapat gaji. Contohnya seorang bapak yang menasehati anaknya untuk kebaikan itu benar-benar dilakukan dengan ikhlas, hanya semata-mata mencari ridha Allah dan untuk kebaikan anaknya.

 

Kesepuluh anaknya yang berbicara di depan bapak mereka dengan kata-kata manis bahwa mereka menginginkan kebaikan bagi Yusuf dan mereka akan menjaga Yusuf, serta selalu menasehatinya, benar-benar telah membuat luluh hati Nabi Ya’kub 'alaihi as-salam.

 

Pelajaran (5) Kejahatan Satu Orang Dihitung Sepuluh Orang

 

Syekh asy-Sya’rawi di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang berdialoq dengan Nabi Ya’kub dari sepuluh saudara tersebut hanyalah satu orang. Saudara-saudara yang lain memilih diam sambil mendengar dialoq tersebut. Diamnya mereka dianggap setuju. Ini seperti doa yang dipanjatkan Nabi Musa agar Fir’aun dihancurkan, sedangkan Nabi Harun hanya mendengar dan mengucapkan ‘Amin’, maka Allah menganggap Nabi Harun juga ikut berdo’a bersama Nabi Musa. Ini termaktub di dalam firman-Nya,

 

وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ (88) قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا وَلَا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (89)

 

Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami - akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih." AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui".”  (Qs. Yunus: 88-89) 

KARYA TULIS