Karya Tulis
854 Hits

Bab 5 Doa Nabi Musa


قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28) 

“Berkata (Musa), "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” 

(Qs. Thaha: 24-28)

 

Hikmah (): Memohon Kelapangan Dada 

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي

Berkata (Musa), "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku.”

(1) Doa ini diucapkan oleh Nabi Musa ‘alahi as-salam ketika beliau diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk berdakwah kepada Fir’aun, seorang raja yang zhalim. Beliau meminta agar bisa menghadapi kezhaliman dan sikap arogan Fir’aun dengan hati yang lapang.

(2) Dalam berdakwah tidak cukup sekedar hanya mengandalkan ilmu saja, tetapi juga perlu bekal kesabaran, ketabahan dan lapang dada dalam menghadapi ujian-ujian yang silih berganti. Sebagaimana firman-Nya,

  يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman: 17)

Ayat di atas memerintahkan seorang da’i untuk menegakkan shalat terlebih dahulu sebelum berdakwah. Karena dengan shalat akan terlatih kesabaran (lapang dada) dari diri seorang da’i. Setelah itu diperintahkan untuk ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, kemudian bersabar terhadap ujian yang menimpa di tengah tugas dakwah.

(3) Hubungan antara sabar dan shalat juga tersebut di dalam firman Allah,

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.” (Qs. al-Baqarah: 45)

Juga dalam firman-Nya,

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. al-Baqarah: 153)

(4) Di dalam kesabaran terdapat unsur kelapangan dada. Karena salah satu makna lapang dada adalah menerima apa yang menimpa dirinya dengan penuh ridha. Pastinya, para da’i di medan dakwah akan mendapatkan banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Bahkan akan mendapatkan tekanan dan rintangan dalam berdakwah. Itu semua membutuhkan kelapangan dada.

(5) Seseorang yang lapang dada akan lebih mampu memberikan contoh kepada masyarakat serta mengarahkan mereka ke jalan yang lurus. Berbeda orang yang hatinya sempit dan sensitif, mudah tersinggung dengan masalah yang kecil, goyah dengan ujian yang ringan, akan sulit mengarahkan masyarakat ke jalan yang lurus.

Berkata as-Sa’di di dalam tafsirnya, “Sesungguhnya dada yang sempit tidak akan bisa memberikan petunjuk kepada orang lain, dan tidak pula bisa mendakwahi mereka.”

Ini sesuai dengan firman Allah,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran: 159)

Hikmah (): Memohon Kemudahan Urusan

وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي

“Dan mudahkanlah untukku urusanku.”

(1) Seseorang yang berlapang dada dalam menghadapi problematika hidupnya termasuk ujian dalam berdakwah, maka urusan-urusannya akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Paling tidak, dari dirinya sudah memudahkan urusan tersebut. Atau dengan kata lain, tidak mempersulit diri.

(2) Dalam berdakwah seorang da’i juga diperintahkan untuk mempermudah urusan masyarakat yang dibinanya dan tidak mempersulit mereka. Di dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا

“Permudahlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dikuatkan dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

“Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mengutusku untuk menjadi orang yang ngeyelan (keras kepala), dan tidak pula yang menyulitkan diri sendiri, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan orang yang memudahkan urusan.” (HR. Muslim, 2703)

Hikmah (): Memohon agar dilepaskan kekakuan dari lidah.   

وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي

“Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku.”

(1) Salah satu bentuk kemudahan dalam berdakwah adalah kemampuan public speaking dalam diri seorang da’i. Banyak kalangan yang sadar dari kesalahannya, bertaubat dari dosanya, bahkan tidak sedikit yang kemudian masuk Islam karena kelihaian seorang da’i dalam merangkai kata-kata.

(2) Disebutkan di dalam hadits  ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا

“Sesungguhnya sebagian orasi mampu menyihir (para pendengarnya).” (HR. al-Bukhari, 4749)  

Maksudnya bahwa sebuah kata-kata yang tersusun rapi dan sistematis serta mengandung sesuatu yang menggugah pikiran dan hati, mampu menyihir seseorang sehingga mau mengikuti apa saja yang diinginkan oleh pembicara.

(3) Bahkan kekuatan kata-kata bisa menggerakkan satu negara untuk berperang dengan negara lainnya. Inilah yang dilakukan oleh seorang Adolf Hitler. Dengan pidatonya yang berapi-api, dia mampu menggerakkan dan menyalakan api peperangan Negara Jerman melawan negara-negara lain.

(4) Oleh karenanya, pada ayat ini Nabi Musa ’alaihi as-salam memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar lisannya diluruskan oleh Allah dari kekakuan dalam berbicara di depan Fir’aun, dengan tujuan dakwahnya bisa dipahami dan diterima.

Dalam beberapa riwayat, seperti yang ditulis  Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’ani al-’Adhim (7/232) bahwa ketika Musa masih kecil dalam pengasuhan Fir’aun, pernah memakan bara api, sehingga melukai lisannya. Hal itu menyebabkan dia cadel dalam berbicara. Dari sinilah Nabi Musa memohon kepada Allah agar kecadelannya bisa disembuhkan dan Allah mengabulkan doa tersebut. Al-Qurthubi (1/193) berpendapat bahwa cadel pad lisannya tidak semuanya sembuh, karena Fir’aun ketika bertemu dengan Nabi Musa, masih mengatakan bahwa Musa ini tidak jelas bicaranya, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah,   

أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ (52)

Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?(Qs. Az-Zukhruf :52)

Hikmah (): Memahami Perkataan Da’i

يَفْقَهُوا قَوْلِ

“(Agar) mereka memahami perkataanku.”

(1) Tujuan dakwah adalah mengubah keadaan seseorang atau suatu kaum menjadi lebih baik. Itu memerlukan pemahaman yang utuh terhadap apa yang disampaikan oleh seorang da’i. Apapun yang dilakukan oleh seorang da’i, jika tidak bisa memahamkan ajaran Islam kepada masyarakat maka tujuan dakwah tidak tercapai.

(2) Memahami agama adalah salah satu ciri kebaikan seseorang. Artinya bahwa orang yang tidak tahu agama dipastikan dia “tidak baik”. Seandainya terlihat seseorang baik secara kasat mata padahal dia tidak paham agama, ketahuilah bahwa kebaikannya tidak didasarkan pada ilmu yang benar dan niat yang ikhlas, sehingga tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Ini juga berlaku bagi orang-orang kafir yang kelihatannya “baik”. Dalil dari pernyataan ini adalah apa yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Abi Sofyan radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

 “Siapa yang Allah kehendaki baik pada dirinya maka Allah akan pahamkan orang itu dalam urusan agama.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hikmah (): Mencari Teman dalam Berdakwah

وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي (29) هَارُونَ أَخِي (30) اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي (31) وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي (32) كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا (33) وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا (34) إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا (35)

“Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.”

(1) Firman-Nya,

وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي

“Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku.”

(a) Nabi Musa memohon teman berdakwahnya dari kalangan keluarganya sendiri. Hikmah di baliknya bahwa teman dari kalangan keluarga akan lebih mudah dalam berkoordinasi dengannya, serta lebih kuat ikatan dan dukungannya.

(b) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga mengambil para pendukung dakwahnya dari kalangan keluarga dan kerabat beliau sendiri, seperti: Abu Bakar ash-Shidiq dan ‘Umar bin al-Khattab; keduanya merupakan mertuanya, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib, keduanya merupakan menantunya; Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ‘Abdullah bin Jahsy, keduanya adalah iparnya.

(c) Al-Qurthubi (11/193) menjelaskan bahwa makna (wazir) adalah menteri, hal itu karena dia yang akan memikul dosa Sultan (jika dia yang memberikan pengaruh kepadanya). Di dalam hadist dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah ‘alaihi wa sallam bersabda,

عن عائشة رضي الله عنها قالت قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَلِيَ مِنْكُمْ عَمَلًا فَأَرَادَ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرًا صَالِحًا إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ

"Barangsiapa di antara kalian yang mengurusi suatu pekerjaan lalu Allah inginkan kebaikan padanya maka Allah akan menjadikan untuknya pembantu yang shaleh, jika ia lupa maka ia mengingatkannya, jika ia ingat maka ia akan membantunya." (HR. an-Nasa’i, 4133)

Ini dikuatkan dengan hadist dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى

"Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang khalifah selain ia mempunyai dua kubu, kubu yang memerintahkannya kebaikan dan memotivasinya, dan kubu yang menyuruhnya berbuat keburukan dan mendorongnya, maka orang yang terjaga adalah yang dijaga Allah ta'ala." (HR. al-Bukhari, 6659)

 

(2) Firman-Nya,

هَارُونَ أَخِي

(Yaitu) Harun, saudaraku.”

Sebagaimana diterangkan di atas bahwa Nabi Musa memiliki kekurangan dalam berbicara yaitu cadel lisannya. Oleh karenanya, beliau mengajak adiknya -Nabi Harun ‘alaihi as-salam, untuk menemaninya dalam berdakwah, khususnya ketika menghadap Fir’aun. Nabi Harun ini lebih fasih dalam berbicara dan lebih jelas suaranya dibanding dengan Nabi Musa.

(3) Firman-Nya,

اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي

“Teguhkanlah dengan dia kekuatanku.”

(a) Ayat di atas juga menunjukkan bahwa tugas dakwah tidak bisa dilakukan sendirian, khususnya jika kemampuan seorang da’i terbatas. Pada zaman sekarang dimana teknologi semakin canggih, kebutuhan seorang da’i kepada orang lain sangat diperlukan. Di dalam sebuah penelitian di Universitas Harvard disebutkan bahwa ‘semakin maju teknologi, maka seseorang semakin tergantung pada orang lain’.

(b) Al Qurthubi (11/194) menjelaskan makna (azri) yaitu punggung, sehingga bisa dimaknai: “kuatkan punggungku dengan-nya”. Makna lain dari (azri) adalah kekuata , sehingga bisa dimaknai, “jadikan dia sebagi pendukung kekuatanku”. Hal itu dikarenakan Harun adalah orang yang postur tubuhnya tinggi, putih, padat, dan fasih berbicara. Beliau meninggal dunia tiga tahun sebelum Nabi Musa.

(4) Firman-Nya,

وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي

“Jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku.”

(a) Teman dalam dakwah dapat meringankan beban dan ujian yang dihadapi seorang da’i di lapangan. Teman dalam dakwah juga dapat diajak untuk berdiskusi dan mencari solusi dari problematika dakwah yang mereka hadapi. Bandingkan dengan seorang da’i yang bekerja sendiri di tengah masyarakat yang masih awam dan banyak penentang dakwah. Tentunya dia akan merasa lebih tertekan dibanding jika ada teman sesama da’i yang mendampinginya.

(b) Al-Qurthubi (11/195) menjelaskan bahwa maksud ayat di atas adalah “ikutsertakan Harun saudaraku di dalam kenabian   dan menyampaikan risalah”. Dahulu Harun di Mesir, sedangkan Musa di Madyan, maka Allah perintahkan Nabi Musa untuk mendatangi Harun, dan memerintahkan Harun untuk menyambut Musa, sehingga keduanya bertemu untuk mendakwahi Fir’aun.

(5) Firman-Nya,

كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا (33) وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا (34(

“(Supaya) kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.

(a) Salah satu tujuan berdakwah adalah bertasbih (mensucikan) dan berdzikir (menyebut) Allah subhanahu wa ta’ala. Bisa diartikan bertasbih adalah mengakui kesempurnaan Allah sekaligus mengakui kekurangan diri manusia, sehingga setiap diri harus selalu mengevaluasi kekurangan dan bersabar terhadapnya. Sedangkan berdzikir bisa diartikan mengingat Allah termasuk di dalamnya mengingat nikmat-nikmat-Nya.

(b) Bertasbih didahulukan di sini untuk mengisyaratkan bahwa yang Maha Sempurna hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala. Manusia pasti pernah berbuat salah, maka seorang da’i harus selalu mengevaluasi kegiatan dakwahnya setiap saat dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

(c) Berdzikir dalam ayat ini memberikan isyarat bahwa seorang da’i hendaknya selalu mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dalam setiap langkah dakwahnya dan harus meyakini bahwa kesuksesan dakwah bukan tergantung kepada usahanya, tetapi semata-mata taufiq dari-Nya.

(d) Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa semakin banyak orang yang berdakwah maka semakin banyak pula orang yang bertasbih dan berdzikir kepada Allah. Ini salah satu hikmah kenapa Nabi Musa ‘alaihi as-salam memohon kepada Allah agar saudaranya, yaitu Nabi Harun diikutkan dalam dakwahnya.

(6) Firman-Nya,

 إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Engkau Maha Melihat keadaan kami.”

(a) Ayat di atas memberikan pesan kepada setiap da’i bahwa segala gerak-geriknya akan selalu diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Merasa diawasi oleh Allah sering disebut juga dengan muraqabatullah. Di dalam hadits ‘Umar bin al-Khattab di awal kitab Arba’in an-Nawawiyah disebutkan tiga istilah; Islam - Iman - Ihsan. Ihsan inilah yang disebut dengan muraqabatullah, yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Allah; jika engkau tidak melihat Allah maka sesungguhnya Allah melihatmu.

(b) Ayat di atas memberikan pesan juga bahwa seorang da’i harus mengikhlaskan seluruh amalnya hanya untuk Allah. Dia berbuat sesuatu dengan mencari pahala dari sisi Allah, walaupun kadang orang tidak melihat dan tidak mengetahuinya, yang penting Allah melihatnya.

Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa diantara tujuh golongan yang mendapatkan naungan di hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah adalah:

  • Seseorang yang menginfakkan hartanya dengan tangan kanannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
  • Begitu juga seseorang yang berdoa kepada Allah sendirian sehingga air matanya menetes.
  • Begitu juga laki-laki yang dirayu oleh wanita berkedudukan tinggi dan cantik, tetapi dia menolak dan mengatakan, “Saya takut kepada Allah.”

 

***

 

KARYA TULIS