Karya Tulis
1391 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. al-Fatihah: 5)


 

إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ 

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” 

(Qs. Al-Fatihah: 5)

 

-  Iyyaka (إياك) artinya hanya kepada-Mu-lah. Na’budu (نعبد) artinya kami menyembah.

-  Susunan kalimat yang normal adalah: Kami menyembah hanya kepada-Mu.

Disini justru dibalik, apa fungsinya? Fungsinya dalam Bahasa Arab adalah untuk pembatasan, yaitu hanyalah kepada-Mu, tidak kepada yang lain, kami menyembah.

Begitu juga ini berlaku untuk kalimat selanjutnya, وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ


Adapun makna Na’budu (نعبد) ?

Orang Arab menyebut jalan setapak yang sering dilalui dengan sebutan  طريقة معبد

Artinya jalan yang sudah pasrah untuk diinjak-injak oleh kaki manusia. Maka عبد diartikan budak, yaitu orang yang dimiliki dan dikuasai orang lain. Di dalam lingkungan keraton di Jawa, para pembantu keraton yang tidak dibayar disebut ‘Abdi Dalem.

Sehingga ibadah kepada Allah bisa diartikan penghambaan mutlak kepada Allah yang disertai rasa cinta kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya dan takut terhadap adzab-Nya.

Ibnu Taimiyyah mengartikan ibadah sebagai berikut:

إسم جامع لما يحبه و يرضاه من قول و عمل ظاهرا و باطنا

“Suatu nama yang mencakup seluruh apa yang dicintai Allah dan diridhai-Nya dari perkataan dan perbuatan, lahir dan batin.”

Berarti ibadah tidak terbatas pada sholat, puasa, haji, berdoa, membaca Al-Qur’an, dzikir yang disebut dengan ibadah mahdhah, tetapi juga mencakup muamalat dan pegaulan manusia dengan manusia lain dalam seluruh lini kehidupan. Para ulama menyebutnya sebagai ibadah ghairu mahdhah.

 

Setelah menyebut (إِيَّاكَ نَعْبُدُ) maka Allah meneruskan firman-Nya (وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ).

Apa hubungan antara keduanya?

Jawabannya bahwa ketika seseorang menyembah Allah, maka kewajiban pertama kali baginya adalah meminta pertolongan kepada-Nya saja.

Kalimat “Hanya kepada Engkau-lah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkau-lah kami meminta pertolongan. mengandung beberapa pelajaran, di antaranya;

(1) Pengakuan mutlak dari seorang hamba kepada Al-Khaliq (Penciptanya) bahwa dirinya adalah seorang makhluk yang sangat lemah, sedangkan Allah adalah Sang Pencipta Yang Mampu segalanya.

(2) Pengakuan seorang hamba bahwa ia sangat membutuhkan kepada Sang Pencipta. Sedangkan Sang Pencipta adalah Dzat Yang Maha Kaya, tidak membutuhkan siapapun juga.

(3) Seorang hamba yang lemah harus selalu meminta bantuan kepada Allah (Sang Pencipta) dalam segala hal dan dalam setiap keadaan.

(4) Bahkan untuk berdzikir, bersyukur, serta beribadah, dia harus meminta bantuan juga kepada-Nya. Di dalam suatu hadits disebutkan,

اللَّهُمَّ أعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Ya Allah, tolonglah aku untuk bisa selalu mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik.” (HR. al-Bukhari dari Mu’adz bin Jabal di dalam Adab al-Mufrad (690), Ahmad di dalam al-Musnad (7982), Abu Daud di dalam as-Sunan (1524), an-Nasai di dalam as-Sunan (1303). Hadist ini dishahihkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak (1/273) dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

(5) Kadangkala Allah menguji hamba-Nya dengan suatu musibah atau kekurangan atau kehilangan sesuatu dari hamba-Nya; dan tujuannya agar hamba tersebut ingat kepada Allah, bahwa di sana terdapat Dzat Yang Maha Melihatnya, Memperhatikannya, Dzat Yang Mampu Menolongnya dari segala kesusahan dan keterpurukan. Allah berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. ar-Rum: 41)

(6) Bahwa ibadah yang paling nyata dan afdhol adalah meminta pertolongan kepada Allah. Seseorang yang mengaku dirinya hamba Allah atau menyembah Allah, tetapi tidak pernah membutuhkan Allah, atau meminta dan memohon bantuan kepada-Nya, maka orang tersebut belum bisa dikatakan menjadi hamba Allah yang baik atau orang yang beribadah kepada Allah.

(7) Ayat ini adalah inti dari surat al-Fatihah secara keseluruhan dan surat al-Fatihah adalah surat yang paling inti dari seluruh al-Qur’an. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ayat ini adalah inti dari seluruh inti al-Qur’an, yaitu kewajiban menyembah atau beribadah hanya kepada Allah saja. Inilah inti dari isi dakwah para Nabi dan Rasul sejak Nabi Nuh ‘alaihi as-salam hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di antara dalilnya adalah;

(a) Firman Allah,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Qs. adz-Dzariyat: 56)

(b) Firman Allah,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".” (Qs. al-Anbiya’: 25)

(c) Firman Allah,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

 

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

 

***

Ahmad Zain An-Najah

KARYA TULIS