Pensucian Jiwa: Bab 3 Istighfar
وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.”
(Qs. Al-Anfal: 33)
I. Pengertian Istighfar
(1) Istighfar adalah pengakuan akan kesalahan, kelemahan, dan kekurangan diri di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Istighfar seperti ini bisa mengobati hati dari penyakit sombong dan angkuh. Istighfar akan mendatangkan kasih sayang dari Allah, karena Allah mencintai orang-orang yang mengakui kelemahan dan kesalahan mereka, sebagaimana firman-Nya,
قَالَ يَا قَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُونَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلَا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dia berkata: “Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan? Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.” (Qs. an-Naml: 46)
(2) Perbedaan antara istighfar dan taubat.
“Istighfar jika disebut dalam al-Qur’an dan hadits secara sendiri maka berarti taubat juga. Akan tetapi jika istighfar dan taubat disebut bersamaan dalam satu kalimat, maka perbedaan antara keduanya bahwa istighfar adalah meminta ampun kepada Allah agar dipelihara dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya, sedang taubat adalah kembali kepada Allah agar dijauhi dari kesalahan dan dosa kesalahan yang akan datang. Jadi dosa itu ada dua, yang pertama adalah dosa yang telah berlalu, maka obatnya adalah istighfar, dan yang kedua adalah dosa yang akan datang, maka obatnya adalah taubat supaya tidak terjebak di dalamnya di kemudian hari. (Lihat Madariju as-Salikin (1/308))
Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (4/329),
ثم أمرهم بالاستغفار الذي فيه تكفير الذنوب السالفة، وبالتوبة عما يستقبلون [من الأعمال السابقة
“Kemudian mereka diperintahkan untuk beristighfar yang dengannya akan ditutupi seluruh dosa-dosa masa lalu, dan diperintahkan bertaubat agar terhindar dari dosa-dosa yang akan datang.”
Berkata Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri di dalam al-‘Urfu asy-Syadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi (1/384),
وليعلم أن بين التوبة والاستغفار فرقاً فإن التوبة هو ترك الإثم والعزم على الترك مع الندامة على ما فعل ، وليس ذلك في الاستغفار وعلى هذا يمكن الاستغفار للغير بخلاف التوبة .
“Untuk diketahui bahwa antara Taubat dan Istighfar ada beberapa perbedaaan. Adapun taubat adalah meninggalkan dosa dan berusaha keras untuk meninggalkannya serta merasa menyesal terhadap apa yang sudah dilakukannya. Itu semua tidak ada di dalam istighfar. Atas dasar itu, seseorang bisa memintakan ampun untuk orang dan ini tidak berlaku untuk taubat.”
Berkata Mula ‘Ali al-Qari di dalam al-Mirqat al-Mafatih Syarah al-Misykat al-Mashabih (5/158),
الاستغفار أي طلب المغفرة وهو قد يتضمن التوبة وقد لا يتضمن ولذا قال والتوبة أو الاستغفار باللسان والتوبة بالجنان وهي الرجوع عن المعصية إلى الطاعة أو من الغفلة إلى الذكر ومن الغيبة إلى الحضور
“Al-Istighfar yaitu meminta ampunan, kadang mencakup juga taubat dan kadang tidak mencakupnya. Oleh karena itu dikatakan bahwa istighfar dilakukan secara lisan sedang taubat dilakukan dengan anggota badan. Yaitu meninggalkan maksiat untuk menuju kepada ketaatan, atau meninggalkan sifat lengah (dari Allah) untuk selalu ingat Allah, membuang perasaan jauh (dari Allah) untuk menghadirkan hati (dalam mengingat Allah).”
II. Manfaat Istighfar
(1) Memperbanyak istighfar mampu menyelamatkan seseorang dari kesulitan hidup. Ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Anbiya’: 87)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Yunus ketika terjebak di dalam perut ikan paus dan mendapatkan kesulitan yang berat untuk mempertahankan hidup, beliau segera beristighfar dan mengakui akan kesalahannya. Maka Allah menyelamatkannya dan menolongnya dari kesulitan yang dihadapinya.
Tanpa istighfar, tidak mungkin Nabi Yunus ‘alaihi as-salam bisa keluar dari perut ikan Paus hingga hari kiamat, Allah berfirman,
فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنْ الْمُسَبِّحِين َلَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Qs. as-Shaffat: 143-144)
(2) Melazimkan istighfar juga mampu menolak bala’ dan musibah yang akan turun. Bedanya dengan poin sebelumnya bahwa istighfar dibaca sebelum datangnya musibah dan bala’, sehingga tidak menimpa dirinya. Sedangkan pada poin sebelumnya, istighfar dibaca ketika terjadi musibah agar musibah tersebut diangkat oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dalilnya adalah firman Allah,
وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan meng-adzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Qs. Al-Anfal: 33)
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu ketika menafsirkan ayat di atas,
كان فيهم أمانان النبي صلى الله عليه وسلم والاستغفار فذهب النبي صلى الله عليه وسلم وبقي الاستغفار
“Dulu para sahabat mempunyai dua penolak bala’ yaitu keberadaan nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan istighfar, maka ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia, penolak bala’ itu tinggal satu, yaitu istihgfar.”
(3) Melazimkan istighfar juga mampu mendatangkan rezeki dan anak, sebagaimana firman-Nya,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًاوَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Qs. Nuh: 10-12)
Berkata al-Qurthubi di dalam tafsirnya (18/302):
“Ayat ini dan yang terdapat di dalam surat Hud ayat 3 merupakan dalil yang menunjukkan bahwa al-Istighfar akan menyebabkan turunnya rezeki dan hujan.”
Hujan lebat pada ayat di atas maksudnya adalah rezeki yang banyak, karena hujan akan membuat tanah subur dan menumbuhkan banyak tumbuh-tumbuhan sehingga manusia dan hewan bisa makan darinya, negara menjadi makmur, kekeringan bisa terhindar, air minum yang bersih bisa terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Dari hujan yang lebat tersebut, kebun-kebun menjadi hijau dan sungai-sungai pun mengalir, sebagaimana yang disebutkan di bagian akhir dari ayat di atas.
Oleh karena itu, ketika Kota Madinah mengalami kekeringan pada masa ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu 'anhu, beliau keluar bersama-sama penduduk Madinah untuk memohon kepada Allah agar diturunkan hujan. ‘Umar waktu itu tidak banyak berdo’a kecuali dengan memperbanyak istighfar saja.
Berkata Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-Azhim (8/233):
“Oleh karena itu dianjurkan membaca surat ini di dalam Shalat al-Istisqa’ (shalat meminta hujan) karena terdapat ayat tersebut. Demikianlah yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu 'anhu, bahwa beliau naik mimbar untuk berdoa meminta hujan, tidaklah ada yang diucapkan kecuali beristighfar, dan membaca ayat-ayat yang berisi tentang istighfar, diantaranya adalah ayat ini (Qs. Nuh: 10-12) Kemudian beliau berkata: Saya memohon hujan melalui pintu-pintu langit yang dengannya akan turun hujan.”
Ayat di atas juga mengajak siapa saja yang sudah menikah dan belum dikaruniakan anak, agar memperbanyak istighfar. Begitu juga bagi yang sulit mencari pekerjaan agar selalu banyak istighfar agar Allah memberikannya rezeki yang melimpah.
Berkata al-Qurthubi di dalam tafsirnya (18/302), “Berkata Ibnu Shabih: “Ada seorang laki-laki mengadu kepada al-Hasan al-Bashri tentang kegersangan bumi, maka beliau berkata kepadanya: “Ber-istighfar-lah kepada Allah.” Kemudian datang orang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, maka beliau berkata kepadanya: “Ber-istighfar-lah kepada Allah!” Dan orang lain berkata kepadanya, “Do'akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!” maka beliau mengatakan kepadanya: “Ber-istighfar-lah kepada Allah!” Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya, maka beliau mengatakan (pula) kepadanya: “Ber-istighfar-lah kepada Allah!”
Maka kami menanyakan tentang jawaban tersebut kepadanya. Maka al-Hasan al-Bashri menjawab: “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh, yaitu (Qs. Nuh: 10-12) sebagaimana tersebut di atas.
(4) Istighfar juga menyebabkan seseorang bisa mendapatkan kehidupan yang baik dan bahagia, sebagaimana firman Allah,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan.” (Qs Hud: 3)
Ayat di atas menunjukkan bahwa kenikmatan hidup di dunia ini akan didapatkan secara terus menerus, manakala seseorang melakukan istighfar dan taubat kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Tentunya kenikmatan tersebut meliputi kenikmatan hidup bahagia dan rezeki yang berkah.
Berkata Syeikh Amin Syinqithi di dalam Tafsir Adhwau al-Bayan (2/170), “Ayat di atas menunjukkan bahwa istighfar dan taubat kepada Allah, menjadi penyebab seseorang mendapatkan mata’an hasanan (kebahagiaan hidup) sampai pada batas waktu tertentu (yaitu kematian) … Dan yang dimaksud dengan mata’an hasanan pada ayat di atas adalah rezeki yang melimpah, kenikmatan hidup, dan kesehatan badan.”
Ini juga dikuatkan dengan hadist ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هُمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa yang senantiasa beristighfar niscaya Allah akan menjadikan baginya kelapangan dari segala kegundahan yang menimpanya, dan jalan keluar dari segala kesempitan yang dihadapinya serta Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka.” (HR. Abu Daud (1518), Ibnu Majah (3819), al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (6421) dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kubra (10665))
Di dalam kitab al-Mujalasah wa Jawahiri al-Ilmi (4/530) karya ad-Dainuri disebutkan:
عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ ؛ أَنَّ جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ؛ قَالَ : إِذَا جَاءَكَ مَا تُحِبُّ ؛ فَأَكْثِرْ مِنَ : « الْحَمْدُ لِلَّهِ » ، وَإِذَا جَاءَكَ مَا تَكْرَهُ ؛ فَأَكْثِرْ مِنْ : « لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللهِ » ، وَإِذَا اسْتَبْطَأْتَ الرِّزْقَ ؛ فَأَكْثِرْ مِنَ « الاسْتِغْفَارِ »
“Dari Sufyan ats-Tsauri bahwa Ja’far bin Muhammad berkata: “Jika datang kepadamu sesuatu yang kamu senangi, maka perbanyaklah mengucapkan: “Alhamdulillah” jika datang kepadamu sesuatu yang kamu benci, perbanyaklah mengucapkan: “La haula wala quwwata illa billah”, dan jika rezekimu terlambat, maka perbanyaklah membaca istighfar.
III. Waktu-waktu Beristighfar
(1) Pada Sepertiga Malam Terakhir Dan Waktu Sahur
Diantara dalil yang menunjukkan hal itu adalah sebagai berikut ;
(a) Firman Allah,
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
“(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang jujur, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (Qs. Ali Imran: 17)
(b) Firman Allah,
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
”Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Qs. adz-Dzariyat: 18)
(c) Firman Allah,
قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku (nanti pada waktu sahur). Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Yusuf: 98)
Ayat di atas berkenaan dengan anak-anak nabi Ya’qub ketika meminta kepada beliau agar dosa-dosa mereka dimaafkan oleh Allah, maka beliau mengundurkan untuk memohon kepada Allah sampai waktu sahur.
(d) Hadist Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ، يَقولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Tuhan kami turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Dia berfirman, 'Siapa yang berdoa kepadaKu niscaya Aku menjawabnya. Siapa yang meminta kepadaKu niscaya Aku memberinya dan siapa yang memohon ampun kepadaKu niscaya Aku mengampuninya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
(2) Setelah Terlanjur Berbuat Dosa
Setiap orang yang sudah terlanjur berbuat dosa hendaknya segera meminta ampun kepada Allah. Diantara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah;
(a) Firman Allah,
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. an-Nisa’: 110)
(b) Hadist Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا، ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ، ثُمَّ يُصَلِّي، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ، إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ: ( وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُون(
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Tidak ada satupun seorang hamba yang berbuat suatu dosa, kemudian berdiri untuk mengambil air wudlu, kemudian melakukan shalat dan beristighfar untuk meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuni dosanya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Qs. Ali Imran: 135.” (Hadits Hasan Riwayat at-Tirmidzi no. 3009, Abu Daud no. 1521)
(3) Ketika Ruku’ dan Sujud dalam Shalat
Di dalam hadist Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya beliau berkata,
مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَّا يَقُولُ فِيهَا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat setelah turunnya Qs. an-Nashr, kecuali membaca: (Maha Suci Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku).” (HR. al-Bukhari dan Muslim. Ini lafazh dari an-Nawawi di dalam Riyadhu ash-Shalihin)
Di dalam lafazh al-Bukhari disebutkan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak membaca dalam ruku’ dan sujudnya: (Maha Suci Engkau ya Allah, Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku).” (HR. al-Bukhari)
(4) Saat Duduk di antara Dua Sujud
Ini berdasarkan hadist Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma dalam kisahnya menginap dirumah bibinya yaitu Maimunah, beliau menceritakan shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَانَ يَقُوْلُ بَيْنَ السَجْدَتَيْنِ رَبّ اغْفِرْ لِي وارْحَمْنِي واجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِني
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a antara dua sujud: “Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, tunjukkanlah aku.” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan al-Baihaqi dengan sanad jayyid)
(5) Setelah Tasyahud Akhir sebelum Salam
Disunnahkan untuk membaca istighfar dalam shalat yaitu setelah membaca tasyahud akhir dan sebelum salam, saat-saat itu adalah waktu yang mustajab. Sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu,
وَعَنْ أَبِي بَكْرٍ اَلصِّدِّيقِ رضي الله عنه أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلَاتِي . قَالَ قُلْ : " اَللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا , وَلَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ , فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ , وَارْحَمْنِي , إِنَّكَ أَنْتَ اَلْغَفُورُ اَلرَّحِيمُ
“Dari Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam: “ Ajarkanlah padaku doa yang aku baca dalam shalatku”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ucapkanlah: “Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah diriku sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Al-Bukhari di dalam Shahih-nya (1/166) meletakkan hadist ini di dalam Bab Doa Sebelum Salam.
Di dalam hadist Ali bin Abu Thalib yang sangat panjang disebutkan,
ثُمَّ يَكُونُ مِنْ آخِرِ مَا يَقُولُ بَيْنَ التَّشَهُّدِ وَالسَّلاَمِ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ ، وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ .
“Kemudian doa terakhir yang beliau baca diantara tasyahud dan salam adalah (Ya Allah ampunilah dosaku yang terdahulu dan yang kemudian, dosa yang tersembunyi dan yang nyata, dosa yang berlebih-lebihan dan dosa yang lebih Engkau ketahui daripada aku. Engkau yang terdahulu dan Engkau yang terakhir, tiada tuhan kecuali Engkau).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
(6) Ketika Selesai Melaksanakan Shalat Wajib
Disunnahkan untuk membaca istighfar setiap selesai melakukan shalat wajib, sebagaimana dalam hadist Tsauban radhiyallahu’anhu dia berkata,
كَانَ رَسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاثَاً
“Rasulullah jika selesai melaksanakan shalat beristighfar tiga kali.” (HR. Muslim, 591)
(7) Ketika Keluar dari Kamar Mandi
Disunnahkan ketika keluar dari kamar mandi untuk berdoa dengan mengucapkan istighfar. Sebagaimana hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ غُفْرَانَكَ
“Bahwa Nabi shalallahu ’alaihi wasallam jika keluar dari kamar mandi beliau membaca ‘Ghufranaka’ (Aku meminta ampunan-Mu, Ya Allah).” (HR. Abu Daud, 30; at-Tirmidzi, 7; Ibnu Majah, 300; an-Nasai di dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah (79); Ahmad, 655; Ibnu Hibban, 1444; al-Hakim, 185; al-Baihaqi, 470. Berkata Ibnu Hajar di dalam Bulughu al-Maram (1/32): “Hadist ini dishahihkan oleh Abu Hatim dan al-Hakim.”)
(8) Setelah Menyelesaikan Wukuf di Arafah atau Mabit di Muzdalifah dalam Ibadah Haji
ثمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Baqarah: 199)
(9) Setelah Mendapatkan Kemenangan dalam Peperangan
Disunnahkan setelah memperoleh kemenagan di dalam perang apapun, untuk beristighfar kepada Allah atas segala dosa yang telah dilakukan selama berperang. Sebagaimana firman Allah,
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Qs. an-Nashr: 1-3)
(10) Pada Sepuluh Terakhir Bulan Ramadhan, khususnya pada Malam Lailatul Qadr, sebagaimana di dalam hadist Aisyah radhiyallahu 'anha,
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - قُلْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ : أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ اَلْقَدْرِ, مَا أَقُولُ فِيهَا? قَالَ: " قُولِي: اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Dari 'Aisyah Radhiyallaahu 'anha bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda: "Bacalah: (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku). (Berkata Ibnu Hajar di dalam Bulughu al-Maram: Hadist Riwayat Imam Lima selain Abu Daud. Hadits ini dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan Hakim.)
IV. Doa Sayyidul Istighfar
Doa Sayyidul Istighfar adalah salah satu doa yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam agar selalu dibaca setiap pagi dan petang, karena kandungannya yang begitu banyak dan luas. Di bawah ini akan diterangkan tentang sebagian kandungan doa Sayyidul Istighfar. Adapun lafazh doa Sayyidul Istighfar adalah sebagai berikut:
وعن بْنِ أَوسٍ - رضي الله عنه - ، عن النبيّ - صلى الله عليه وسلم - ، قال : سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ العَبْدُ : اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إلهَ إلاَّ أنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ ، وأبُوءُ بِذَنْبِي ، فَاغْفِرْ لِي ، فَإنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلاَّ أنْتَ . مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِناً بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِي ، فَهُوَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ ، وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أنْ يُصْبِحَ ، فَهُوَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ
Dari Syadad bin Aus bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sayyidul Istighfar adalah seorang hamba berdo’a: ’Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku, Tiada Ilah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu, aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku, aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku, aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah aku perbuat, maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah.” Barang siapa yang mengucapkan doa ini (yaitu doa sayyidul istihgfar) pada siang hari dengan meyakini isinya, kemudian mati pada hari itu, sebelum datang waktu sore, niscaya dia termasuk ahli surga. Dan barang siapa yang membacanya pada malam hari dengan meyakini isinya, kemudian dia mati sebelum datangnya pagi, niscaya dia termasuk ahli surga.” (HR. al-Bukhari, 6306)
***
Bekasi, 23/10/2021
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »