Karya Tulis
1303 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. al-Fatihah: 7)


 

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“(Yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. 

(Qs. al-Fatihah: 7)

 

(1) Ayat di atas

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Mengandung dua hal;

(a) Penjelasan tentang maksud jalan yang lurus.

(b) Penjelasan tentang jalan yang menyimpang.

 

(2) Adapun yang pertama bahwa jalan yang lurus adalah jalannya orang-orang yang Engkau berikan kepada mereka nikmat.

Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah jalannya empat golongan, yaitu: para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Ini sesuai dengan firman Allah,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. an-Nisa’: 69)

Pada ayat di atas Allah menyebut empat golongan tersebut dengan sebaik-baik teman atau disebut (وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا ), karena jalan lurus yang akan dilalui orang-orang beriman adalah jalan yang penuh dengan tantangan, maka diperlukan teman yang baik.

Ibnu al-Qayyim menggambarkan jalan yang lurus dalm surat al-Fatihah ini sebagai berikut;

(a) Jalannya lurus, tidak belok-belok, sehingga praktis dan cepat sampai tujuan. Artinya ajaran Islam adalah ajaran yang praktis, tidak berbelit-belit dan tidak susah. Manusia secara umum mudah memahami dan bisa melaksanakannya.

(b) Jalannya sepi karena sedikit yang berani melewatinya. Jalannya sepi, penuh dengan duri, ranjau, rintangan dan halangan yang tidak sedikit. Dipenuhi dengan hal-hal yang bisa mengancam keselamatan jiwa dan harta. Ditemui hal-hal yang biasanya dihindari oleh jiwa-jiwa manusia yang normal. Ini sesuai dengan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُفَّتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“(Jalan menuju) surga dipenuhi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan dan (jalan menuju) neraka dipenuhi (hal-hal yang menyenangkan) syahwat.” (HR. Muslim, 5049)

Oleh karenanya, untuk melewati jalan ini diperlukan teman yang akan memberikan rasa nyaman dan aman selama perjalanan. Allah memilihkan empat golongan di atas (Qs. an-Nisa’: 69) sebagai teman perjalanan, dan mereka adalah sebaik-baik teman (وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا).

(c) Jalannya penuh dengan rambu-rambu, yaitu banyak aturan yang harus ditaati selama perjalanan agar tidak sesat di jalan.  Oleh karenanya, di dalam ajaran Islam terdapat banyak rambu-rambu dan aturan yang harus ditaati seorang muslim, seperti hal-hal yang wajib untuk dikerjakan supaya seorang muslim tidak tersesat jalan dan masuk ke jurang neraka, serta selamat meniti jalan lurus menuju surga dan ridha-Nya.

(d) Jalannya berbayar. Biasanya jalan yang lurus dan tidak belok-belok lazim disebut dengan jalan tol. Dan jalan tol biasanya berbayar. Maksudnya, untuk menuju surga, harus ada pengorbanan dari orang-orang yang menitinya, baik berupa harta, waktu, bahkan jiwa. Surga bukanlah barang yang murah dan gratis. Surga adalah barang yang mahal, sebagaimana di dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَافَ أَدْلَجَ وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ غَالِيَةٌ أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ الْجَنَّةُ

“Barangsiapa yang takut maka dia berjalan, dan barangsiapa yang berjalan niscaya dia akan sampai ke tempat tinggal, ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu sangat mahal, ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah surga.” (HR. at-Tirmidzi, 2374. Abu Isa berkata: Hadis ini hasan gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Abu An Nadlar.)

Ini dikuatkan dengan firman Allah,

 أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Qs. al-Baqarah: 214)

Juga dikuatkan dengan firman-Nya,

الم ۞ أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ۞ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ۞

“Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Qs. al-Ankabut: 1-3)

 

(3) Adapun makna,

 أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.”

Apa yang dimaksud dengan “Nikmat” di sini?

Jawabannya bahwa “Nikmat” di sini yang dimaksud adalah nikmat batin.

Nikmat terbagi menjadi dua macam, yaitu: nikmat lahir dan nikmat batin. Nikmat lahir berupa rezeki, kekayaan, anak, kekuasaan, harta, wanita, serta fasilitas-fasilitas hidup lainnya. Sedangkan nikmat batin berupa ilmu, keyakinan, kebahagiaan, kelapangan dada, qana’ah, kesabaran, dan sebagainya.

Kalau diperhatikan sejarah hidup empat golongan di atas, yaitu para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin, semuanya mendapatkan nikmat batin. Tetapi hanya sebagian dari emreka yang mendapat nikmat lain yang cukup atau berlebih, sebagaimana yang didapatkan oleh Nabi Yusuf, Nabi Daud, Nabi Sulaiman ‘alaihim as-salam.

Ini seperti dalam doa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ، وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ، وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

“Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, dan dari pindahnya keselamatan yang Engkau berikan, dan dari kedatangan sangsi-Mu yang  tiba-tiba, serta dari seluruh murka-Mu.” (HR. Muslim)

Doa di atas memohon perlindungan kepada Allah dari hilangnya nikmat Allah. Ini mencakup nikmat lahir dan batin. Tetapi nikmat batin lebih utama, agar tetap ada di dalam hidup ini sampai akhir hayat. Ini sesuai dengan firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Qs. Ali Imran: 102)

Begitu juga firman Allah,

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".” (Qs. al-Baqarah: 132)

 

(4) Makna firman-Nya,

غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

(a) Yang dimaksud dengan (الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِم) “Orang-orang yang dimurkai Allah subhanahu wa ta’ala atas mereka” adalah orang-orang Yahudi. Karena mereka mempunyai ilmu tetapi tidak mengamalkannya. Ini sesuai firman Allah,

وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ

“Serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” (Qs. al-Baqarah: 61)

Dan setiap orang yang mempunyai ilmu, kemudian melanggar ilmunya sendiri dianggap menyerupai perilaku orang-orang Yahudi.

(b) Adapun makna (وَلَا الضَّالِّينَ) “Bukan pula orang-orang yang sesat”. Yang dimaksud orang-orang sesat di sini adalah orang-orang Nasrani. Hal itukarena mereka adalah orang-orang yang semangat beragama tetapi tidak mempunyai ilmu, sehingga tersesat di jalan.

Ini sesuai dengan firman-Nya,

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus" .” (Qs. al-Maidah: 77)

Para ulama menjelaskan bahwa umat Islam yang mempunyai semangat beragama tetapi tidak memiliki ilmu yang cukup, dan tidak mau berusaha menuntut ilmu, maka mereka mirip perilaku orang-orang Nasrani.

Oleh karenanya, jalan yang lurus,

 الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

adalah jalan yang berada di tengah antara jalannya orang-orang Yahudi dan jalannya orang-orang Nasrani.

Jalan yang lurus adalah jalan orang-orang yang selalu menuntut ilmu dan jalan orang-orang yang selalu ingin mengamalkan ilmu.

Sedangkan jalan orang-orang yang dimurkai Allah (yaitu kaum Yahudi) adalah jalan orang-orang yang mempunyai ilmu tetapi tidak mengamalkannya. Dan jalan orang-orang yang sesat (yaitu kaum Nasrani) adalah jalan orang-orang yang mengamalkan tetapi tanpa ilmu.

Tambahan:

Makna (آمين)

Walaupun (آمين) tidak termasuk dalam surat al-Fatihah, tetapi sering dibaca oleh para makmum ketika imam shalat selesai membaca surat al-Fatihah. Juga dibaca ketika seseorang selesai membaca doa.

Para ulama menjelaskan bahwa (آمين) merupakan stempel dalam doa. Maksudnya kalau seseorang berdoa tanpa ditutup dengan stempel, nampaknya kurang sempurna.

Jika seseorang berdoa dan yang lainnya mengucapkan (آمين) atas doanya, maka orang tersebut dianggap telah ikut berdoa. Ini sesuai dengan firman Allah,

وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ  قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا وَلَا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۞

“Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami -akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih." AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui".” (Qs. Yunus: 88-89)

Pada ayat 88, Nabi Musa berdoa dengan doa yang panjang untuk kehancuran Fir’aun dan tentaranya. Dan pada ayat 89, Allah menjelaskan bahwa doa mereka berdua telah dikabulkan, padahal yang berdoa hanyalah Nabi Musa, sedangkan Nabi Harun diam saja. Menurut penjelasan ahli tafsir, ternyata Nabi Harun mengucapkan (آمين) atau meng-aminkan doa Nabi Musa. Karena yang mengucapkan (آمين), dianggap ikut berdoa juga, maka Allah mengabulkan doa keduanya.

 

***

Ahmad Zain An-Najah, 5/12/2021

KARYA TULIS