Karya Tulis
726 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. Al-Baqarah: 40) Bab 33 - Bersama Bani Israel


BERSAMA BANI ISRAEL

 

يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِيٓ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ وَإِيَّٰيَ فَٱرۡهَبُونِ  

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).”

(Qs. Al-Baqarah: 40)

 

1.   Mengenal Bani Israel

Di awal surat Al-Baqarah, Allah menjelaskan tentang Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa dan tidak ada keraguan di dalamnya.

Kemudian Allah membagi manusia menjadi tiga golongan: orang bertakwa, orang kafir dan orang munafik.

Setelah itu, dijelaskan ciri-ciri orang-orang munafik sampai dipermitsalkan orang yang menyalakan api dan orang yang terkena hujan, guruh, kilatan dan petir.

Selesai bicara tentang orang-orang munafik, Allah memerintahkan manusia untuk menyembah-Nya dan mensyukuri nikmat yang diberikan kepada mereka. Allah juga memberikan gambar gembira kepada mereka dengan surga yang di dalamnya terdapat kenikmatan yang sangat banyak termasuk istri-istri yang suci lahir batin dan mereka kekal di dalamnya.

Kemudian Allah menyinggung sedikit tentang sifat-sifat orang fasik yang selalu menyelisihi janji Allah, memutus tali silaturahmi dan membuat kerusakan di muka bumi.

Setelah itu Allah menjelaskan tentang penciptaan langit dan bumi, serta fase perjalanan manusia dari mati, hidup, mati dan hidup kembali. Kemudian penjelasan itu ditutup dengan kisah penciptaan Nabi Adam dan permusuhannya dengan Iblis yang berakhir dengan turunnya mereka ke dunia.

Dari situlah dimulai cerita Bani Israel, salah satu keturunan Nabi Adam yang dari mereka banyak diutus para Nabi dan diberikan kerajaan serta nikmat-nikmat lain yang begitu banyak. Tetapi mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, bahkan mereka membunuh para Nabi serta membuat kerusakan di muka bumi.

 

Siapa Bani Israel?

Bani Israel adalah anak-anak Nabi Israel. Israel artinya hamba Allah. Nabi Israel ini disebut oleh Allah di dalam firman-Nya,

أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ مِن ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ وَمِمَّنۡ حَمَلۡنَا مَعَ نُوحٖ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡرَٰٓءِيلَ وَمِمَّنۡ هَدَيۡنَا وَٱجۡتَبَيۡنَآۚ إِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُ ٱلرَّحۡمَٰنِ خَرُّواْۤ سُجَّدٗاۤ وَبُكِيّٗا  

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Qs. Maryam: 58)

Nama lain dari Nabi Israel adalah Nabi Ya’kub anak dari Nabi Ishaq, cucu dari Nabi Ibrahim dan bapak dari Nabi Yusuf ‘alaihim as-salam.

Kalau diringkas silsilah mereka sebagai berikut. (Yusuf bin Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim).

Silsilah tersebut sesuai dengan hadits ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 

الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمْ السَّلَام

“Orang mulia, anak orang mulia, anak orang mulia, anak orang mulia, Yusuf bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim 'alaihim as-salam.(HR. Al-Bukhari No. 3139)

Berarti untuk mengenal Bani Israel, kita harus mengenal lebih dahulu keluarga Nabi Ya’kub.

 

2.   Mengenal Keluarga Nabi Ya’kub

Terdapat perbedaan di kalangan ulama tentang keluarga Nabi Ya’kub. Paling tidak ada dua pendapat yang bisa dijelaskan di bawah ini;

Pendapat Pertama, disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam Qashash al-Anbiya’ (hal:84-290) bahwa Nabi Ya’kub menikahi dua wanita bersaudara. Waktu itu belum ada larangan untuk menikahi dua wanita bersaudara sekaligus dalam satu waktu. Yang tua bernama Laya, sedang yang muda bernama Rahil.

Rahil inilah istri yang lebih dicintai oleh Nabi Ya’kub, tetapi justru tidak kunjung punya anak. Sedangkan dari Laya, beliau mempunyai empat anak, yaitu Rubil, Syama’un, Lay dan Yahudza. Melihat kakaknya sudah punya anak empat, Rahil akhirnya memberikan budaknya yang bernama Balha kepada Nabi Ya’kub, darinya lahir dua anak yang bernama Dan dan Naftali.

Melihat hal itu, Laya akhirnya juga ikut memberikan budaknya yang bernama  Zulfa kepada Nabi Ya’kub dan darinya lahir dua anak, yaitu Jad dan Asyir.

Laya melahirkan dua anak lagi, yaitu;  Isakhar dan Zabilon. Pada saat itu, Rahilpun belum kunjung mempunyai anak, walaupun pada akhirnya, Rahil melahirkan dua anak yaitu Yusuf dan Benyamin. Bahkan ketika melahirkan Benyamin, Rahil meninggal dunia. Sehingga Yusuf dan Benyamin menjadi anak piatu, yang memiliki bapak tetapi ibu mereka berdua sudah meninggal dunia. Inilah yang menyebabkan Nabi Ya’kub amat sayang kepada keduanya.

Keterangan Ibnu Katsir di atas, jika diringkas adalah sebagai berikut;

Nabi Ya’kub mempunyai empat istri, yaitu Laya, Rahil, Balha dan Zulfa. Masing-masing dari istrinya tersebut mempunyai anak, yang perinciannya sebagai berikut:

(1) Laya, mempunyai enam anak, yaitu Rubil, Syama’un, Lay, Yahudza, Isakhar dan Zabilon.

(2) Rahil, mempunyai dua anak, yaitu Yusuf dan Benyamin.

(3) Balha (budak Rahil) mempunyai dua anak, yaitu Dan dan Naftali.

(4) Zulfa (budak Laya) mempunyai dua anak, yaitu Jad dan Asyir.

Pendapat Kedua, disebutkan oleh Wahbah az-Zuhaili di dalam at-Tafsir al-Munir (12/212) bahwa Nabi Ya’kub mempunyai istri Laya yang merupakan anak pamannya sendiri, darinya lahir enam anak. Kemudian Nabi Ya’kub mempunyai dua budak dari keduanya lahir empat anak. Setelah Laya meninggal, Nabi Ya’kub menikahi adik Laya yang bernama Rahil, darinya lahir Yusuf dan Benyamin.

Anak-anak Nabi Ya’kub berjumlah dua belas orang, semuanya laki-laki. Keturunan dari anak-anak Nabi Ya'kub inilah yang kemudian disebut Bani Israel, yang terbagi menjadi dua belas golongan. Di antara kedua belas anaknya, terdapat nama Yahudza. Dari situlah bermula golongan Yahudi, yaitu pengikut dan keturunan Yahudza.

Menurut Ahmad al-’Usairi dalam at-Tarikh al-Islami (Sejarah Islam) hal. 136, Nabi Ya’kub meninggal pada umur 147.

Untuk lebih mendalami sejarah  Nabi Ya’kub silahkan merujuk Qashash al-Anbiya’ karya Ibnu Katsir, hal: 284-290. Berkata editornya Dr. ‘Abdu al-Hayyi al-Farwawi: “Cerita tentang Nabi Ya’kub dan saudaranya (al-’Ais) terdapat di dalam Perjanjian Lama, dan tidak disebutkan Referensi Islam.”

Ayat ini dimulai dengan perbincangan antara anggota keluarga, yaitu bapak dan anak. Ini menunjukkan pentingnya komunikasi antara anak dan orang tua. Hal ini akan menambah kedekatan emosional diantara mereka.

Dalam ranah politik dan kepemimpinan, maka profil seorang pemimpin yang baik adalah ketika masa kecilnya itu diuji dengan banyaknya saudara. Jiwa kepemimpinan seorang anak sudah digembleng sejak kecil ketika berinteraksi dengan saudara-saudaranya yang lain, begitu juga kebiasaan saling berbagi dengan saudara-saudaranya.

Dalam hadits juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar umatnya memiliki anak yang banyak, karena beliau sangat bangga dengan banyaknya pengikut pada hari kiamat.

 

3.   Sikap Bani Israel terhadap Kedatangan Nabi Muhammad

Sebelum masuk pada pembahasan ayat-ayat yang berhubungan dengan Bani Israel, perlu dijelaskan secara singkat sikap Bani Israel terhadap kedatangan Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.

Penjelasan singkat ini bisa kita mulai dari firman Allah,

وَلَمَّا جَآءَهُمۡ كِتَٰبٞ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٞ لِّمَا مَعَهُمۡ وَكَانُواْ مِن قَبۡلُ يَسۡتَفۡتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِۦۚ فَلَعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ  بِئۡسَمَا ٱشۡتَرَوۡاْ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمۡ أَن يَكۡفُرُواْ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بَغۡيًا أَن يُنَزِّلَ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۖ فَبَآءُو بِغَضَبٍ عَلَىٰ غَضَبٖۚ وَلِلۡكَٰفِرِينَ عَذَابٞ مُّهِينٞ  

Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.” (Qs. Al-Baqarah: 89-90)

Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa sebelum di utusnya Nabi Muhammad, orang-orang Yahudi (Bani Israel) mengetahui dari kitab mereka (Taurat) dan Injil untuk orang Nasrani bahwa di akhir zaman, akan diutus seorang Nabi yang akan tinggal di daerah antara dua gunung berbatuan hitam yang banyak ditumbuhi pohon kurma, waktu itu daerah tersebut dikenal dengan nama “Yatsrib”. Kemudian mereka berbondong-bondong dari daerah mereka masing-masing menuju kota Yatsrib untuk menyambut kedatangan Nabi akhir zaman.

Yang datang ke kota Yatsrib paling tidak, ada tiga suku besar Yahudi. Mereka adalah Bani Quraidhah, Bani Nadhim dan Bani Qaynuqa: Mereka hidup bersama dengan orang-orang Arab penduduk Yatsrib yang terdiri dari dua suku besar, yaitu suku Aus dan Khazraj.

Orang-orang Yahudi tersebut justru memberitahukan kepada penduduk Yatsrib akan kedatangan Nabi baru yang akan datang ke kota tersebut. Tetapi ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Yatsrib, justru mereka menolak dan mendustakannya. Hal ini karena terdapat hasad dari hati mereka.

Mereka mengira Nabi terakhir masih dari kalangan Bani Israel, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya, ternyata Nabi Muhammad bukan dari kalangan Bani Israel, maka mereka menolaknya.

Dari latar belakang tersebut, ayat-ayat dalam surat Al-Baqarah khususnya sejak ayat 40 dan sesudahnya mengajak Bani Israel untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diturunkan kepada mereka, larangan menyembunyikan kebenaran tentang kedatangan Nabi Muhammad, larangan mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, perintah menegakkan shalat dan menunaikan zakat.

Kemudian Al-Qur’an menceritakan secara panjang lebar kisah Bani Israel bersama Nabi Musa yang merupakan nenek moyang orang-orang Yahudi, agar mereka mengambil pelajaran dari para pendahulu mereka, tidak mengulangi kesalahan-kesalahan nenek moyang mereka, dan mengajak mereka beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

***

 

Ahmad Zain An-Najah

Jakarta, Ahad, 26 Desember 2021

KARYA TULIS