Karya Tulis
752 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. Al-Baqarah: 45-46) Bab 37 - Hakekat Khusyu'


HAKEKAT KHUSYU’


وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ ۞ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ رَبِّهِمۡ وَأَنَّهُمۡ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ۞

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.”

(Qs. al-Baqarah: 45-46)

 

(1) Makna Khusyu’

Khusyu’ secara bahasa artinya tunduk, tenang dan rendah diri serta tawadhu’. Allah berfirman,

وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًاً

“Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.” (Qs. Thaha: 108)

Khusyu’ secara istilah diartikan: “Keadaan jiwa yang berdampak pada ketenangan dan tawadhu’ dalam bersikap.”

Pengertian khusyu’ menurut al-Qur’an sebagaimana di dalam firman-Nya,

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan mintalah pertolongan (kepada) Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Rabb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Qs. al-Baqarah: 45-46)

Pengertian khusyu’ menurut ayat di atas mempunyai dua makna:

(a) Orang yang menyakini bahwa dia akan meninggalkan dunia yang fana ini cepat atau lambat, dan segera akan bertemu dengan Rabbnya untuk mendapatkan balasan dari perbuatannya selama hidup di dunia.

(b) Orang yang menyakini bahwa kematian akan menjemputnya setiap saat, sehingga dia selalu mempersiapkan bekal untuknya, yaitu dengan menjalankan segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya.

(2) Pembagian Khusyu’

Khusyu’ dibagi menjadi dua, yaitu:

Penjelasan Pertama: Khusyu’ Mahmud

Khusyu’ Mahmud (khusyu’ yang terpuji), yaitu khusyu’ yang terdapat dalam hati, dan efeknya terlihat dalam sifat dan sikap serta gerak-gerik. Oleh karenanya, orang yang khusyu’ dalam shalat akan selalu menundukkan pandangan dan tidak melirik ke kanan atau ke kiri atau melihat ke atas.

Tentang khusyu’ dalam hati, berkata Ibrahim an-Nakh’i: “Khusyu’ itu bukan dengan memakai baju kasar dan compang-camping, ataupun makan makanan yang keras, dan selalu menundukkan kepala. Akan tetapi khusyu’ adalah jika kamu memandang semua orang sama derajatnya, baik para pejabat maupun orang awam, serta kamu tunduk dengan apa yang diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala.”

Suatu ketika Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu melihat seorang pemuda berjalan sambil menundukkan kepalanya, beliau pun menegur pemuda tersebut seraya berkata: “Wahai pemuda angkat kepalamu, karena khusyu’ itu hanya di hati.”

Berkata Ali bin Abi Thalib: “Khusyu’ itu terdapat dalam hati, dan tandanya kamu berbuat lembut terhadap sesama muslim, serta tidak menoleh-noleh ketika sedang melakukan shalat.”

Penjelasan Kedua: Khusyu’ Madzmum

Khusyu’ Madzmum (khusyu’ yang tercela) adalah khusyu' yang dibuat-buat, padahal hatinya tidak demikian, seperti berpura-pura menangis dan menunduk-nundukkan kepala. Pernah pada suatu ketika seseorang mengambil nafas panjang dan berpura-pura sedih di depan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, melihat seperti itu, Umar langsung menamparnya.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Umar bin Khattab jika berbicara lantang, jika berjalan cepat, jika memukul keras, tetapi walaupun begitu beliau adalah seorang ahli ibadah yang benar dan orang yang benar-benar khusyu'. Artinya khusyu' yang hakiki tidaklah bertentangan dengan sikap yang tegas dan suara yang lantang serta berjalan yang tegap, karena khusyu' letaknya di hati saja.

Sebab-sebab hati menjadi keras dan tidak khusyu’:

(a) Terlalu banyak berangan-angan tentang dunia, dan lupa akan Akhirat.

(b) Tidak membaca doa dan dzikir dalam setiap kegiatannya.

(c) Tidak membaca al-Qur’an dan mentadabburinya.

Tiga sebab itu terkumpul dalam firman Allah,

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. al-Hadid: 16)

(3) Cara agar Hati Khusyu’

Berdoa agar hatinya diteguhkan untuk selalu melaksanakan ajaran Islam. Ini dijelaskan sebagaimana di dalam hadits  Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (Hadits Shahih. HR. Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)

Begitu juga doa memohon keteguhan hati dalam setiap urusan sebagaimana di dalam Dari Syadad bin Aus radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika manusia menyimpan emas dan perak, maka simpanlah doa-doa di bawah ini,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ عِبَادَتِكَ وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam segala perkara, dan kemauan kuat untuk berbuat sesuatu yang benar, aku memohon kepada-Mu rasa syukur atas nikmat-Mu dan ibadah dengan baik kepada-Mu, aku memohon kepada-Mu hati yang bersih dan lisan yang jujur. aku memohon kepada-Mu dari kebaikan yang Engkau mengetahuinya dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang Engkau mengetahuinya. Dan aku memohon ampunan-Mu atas (dosa-dosaku) yang Engkau mengetahuinya, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui yang ghaib.” (Hadits Hasan. HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Hibban. Lafazh dari Ahmad)

(4) Rasulullah Pemimpin Orang yang Khusyu’

Firman-Nya,

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan mintalah pertolongan (kepada) Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang  khusyu’, (yaitu) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Rabb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS al-Baqarah: 45-46)

Pada tulisan yang lalu telah diterangkan hakekat khusyu’ menurut al-Qur’an, dan hadits serta pandangan para ulama. Pada tulisan di bawah ini akan diterangkan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyikapi beberapa  fenomena yang terjadi disekitarnya dengan hati yang khusyu’, menangis dan bersimpuh di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Di antaranya adalah;

Pertama: Menangis ketika shalat,

Apakah ketika shalat dianjurkan menangis? Sebenarnya yang dianjurkan bukanlah menangis, akan tetapi kehadiran hati ketika membaca ayat-ayat suci al-Qur’an dalam shalat, begitu juga ketika berdo’a dan bertasbih serta bertakbir. Dari hasil perenungan dan tadabbur terhadap apa yang dibaca itulah seseorang akhirnya bisa menangis. Menangis karena takut terhadap adzab Allah subhanahu wa ta’ala, menangis karena merasa banyak dosa-dosa yang dikerjakan selama ini dan ingin bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, menangis karena  tidak pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya, menangis karena mengingat hari akhirat. Inilah yang dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalatnya, dalam suatu hadits disebutkan,

 وعَن عبد اللَّه بنِ الشِّخِّير – رضي اللَّه عنه – قال : أَتَيْتُ رسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَهُو يُصلِّي ولجوْفِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ المرْجَلِ مِنَ البُكَاءِ

“Dari Abdullah bin Syuhair radiallahu ‘anhu berkata: “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang beliau dalam keadaan shalat, terlihat beliau sedang menangis terisak-isak bagaikan air  dalam tungku yang sedang masak.” (HR. an-Nasai, 1214; Abu Daud, 904; Shahih Targhib, 544)

Dalam hadits di atas hanya disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis terisak-isak, artinya tidak mengeluarkan suara. Karena dalam shalat seseorang walaupun betapa pun ia terbawa perasaannya dengan ayat-ayat al-Qur’an, akan tetapi tidak boleh berteriak-teriak sehingga keluar suaranya, karena hal itu bisa membatalkan shalat. Dalam hadits lain disebutkan,

عن عبيد بن عمير رحمه الله : ” أنه قال لعائشة – رضي الله عنها – : أخبرينا بأعجب شيء رأيتيه من رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟قال : فسكتت ثم قالت : لما كانت ليلة من الليالي.

قال : ” يا عائشة ذريني أتعبد الليلة لربي ” .قلت : والله إني أحب قُربك ، وأحب ما يسرك

قالت : فقام فتطهر ، ثم قام يصلي .قالت : فلم يزل يبكي ، حتى بل حِجرهُ !قالت : وكان جالساً فلم يزل يبكي صلى الله عليه وسلم حتى بل لحيته !قالت : ثم بكى حتى بل الأرض ! فجاء بلال يؤذنه بالصلاة ، فلما رآه يبكي ، قال : يا رسول الله تبكي ، وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر ؟! قال : ” أفلا أكون عبداً شكورا ؟! لقد أنزلت علي الليلة آية ، ويل لم قرأها ولم يتفكر فيها ! { إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ … } الآية كلها “

Diriwayatkan dari Ubaid bin Umair, bahwasanya ia bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Beritahukan kepada kami sesuatu yang sangat ajaib yang pernah kamu lihat dari Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Beliau terdiam sejenak kemudian berkata, “Pada suatu malam beliau bersabda, “Wahai Aisyah biarkan malam ini saya berkonsentrasi untuk beribadah kepada Rabb-ku!”. Berkata Aisyah, “Demi Allah, sesungguhnya saya senang dekat denganmu dan menyenangi dengan sesuatu yang membuatmu senang. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan berwudhu, kemudian shalat. Di dalam shalat tersebut beliau menangis terus sampai air matanya membasahi tempat tersebut, dan ketika beliau duduk masih saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya, kemudian terus menangis sampai air matanya membasahi lantai. Kemudian datang Bilal untuk mengumandangkan adzan subuh, ketika melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, ia berkata, “Wahai Rasulullah apa yang membuat engkau menangis, padahal Allah telah mengampuni  semua dosamu yang terdahulu atau pun yang akhir”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Saya ingin menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur, pada malam ini telah turun kepadaku ayat-ayat al-Qur’an … yang sungguh rugi orang yang membacanya tanpa disertai dengan tafakkur. Yaitu ayat (Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi …) Qs Ali Imran: 190 dan seterusnya.”  (HR. Ibnu Hibban, 2/386. Hadits ini Shahih sebagaimana dalam Shahih Tarhib, 1468)

Kalau kita perhatikan hadits di atas, kita dapatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika melakukan shalat malam. Suasana malam membuat seseorang lebih bisa berkonsentrasi dalam merenungi ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala, apalagi kalau dihubungkan dengan kehidupan manusia karena saat itu manusia kebanyakan sedang tidur lelap, dan dunia di sekitarnya tenang.

Dari hadits di atas bisa disimpulkan juga  bahwa shalat malam merupakan salah satu sarana agar hati kita tetap khusyu’ setiap saat.

Kedua: Menangis ketika membaca atau mendengar al-Qur’an.

Dalam suatu hadits disebutkan,

عن ابن مَسعودٍ – رضي اللَّه عنه – قالَ : قال لي النبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : ” اقْرَأْ علَّي القُرآنَ ” قلتُ : يا رسُولَ اللَّه ، أَقْرَأُ عَلَيْكَ ، وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ ، قالَ : ” إِني أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي ” فقرَأْتُ عليه سورَةَ النِّساء ، حتى جِئْتُ إلى هذِهِ الآية : فَكَيْفَ إِذا جِئْنا مِنْ كُلِّ أُمَّة بِشَهيد وِجئْنا بِكَ عَلى هَؤلاءِ شَهِيداً ، قال ” حَسْبُكَ الآن ” فَالْتَفَتَّ إِليْهِ ، فَإِذَا عِيْناهُ تَذْرِفانِ .

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada saya, ” Bacakan kepadaku al-Qur’an!” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah saya membacakan al-Qur’an ini kepadamu, padahal ia diturunkan kepadamu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saya senang mendengarkan al-Qur’an dari orang lain.” Maka saya bacakan kepadanya surat an-Nisa’  hingga ayat yang berbunyi , “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu ).” Qs. an-Nisa’: 41–bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cukup sampai sini saja!” Kemudian saya menengok wajah beliau, ternyata saya dapatkan air matanya mengalir .” (HR. al-Bukhari, 4763 dan Muslim, 800)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menangis bukan sekedar menangis tanpa ada sebab, atau menangis yang dibuat-buat sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang, akan tetapi beliau menangis karena merenungi makna dari ayat yang dibacakan kepadanya. Berkata Ibnu Bathol, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika dibacakan ayat ini, karena beliau terbayang di depannya akan dahsyatnya hari kiamat yang membuatnya terenyuh untuk menjadi saksi kepada umatnya bahwa mereka telah membenarkannya dan beriman kepada-nya, dan sudi untuk memintakan syafa’at kepada Allah untuk mereka, agar diringankan dalam menghadapi dahsyatnya keadaan hari kiamat dan padang mahsyar. Hal seperti ini, sangat pantas untuk membuatnya menangis dan sedih.” 

Hadits di atas secara tidak langsung telah menguatkan definisi khusyu’ yang disebutkan oleh al-Qur’an yaitu orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan bertemu dengan Rabb mereka dan kepada-Nya mereka akan kembali.

Ketiga: Menangis ketika mengingat kematian.

Setiap orang pasti mengalami kematian, oleh karenanya kita dianjurkan untuk selalu mengingatnya setiap saat. Dengan mengingat kematian ini, hati seseorang akan tergerak untuk mencari bekal yang akan dibawanya menuju akhirat. Mungkin banyak orang yang hatinya keras tidak mempan diingatkan dengan kata-kata dan nasehat, akan tetapi jika dibawa untuk melihat bagaimana orang yang mati dikubur biasanya akan luluh juga. Oleh karenanya, Islam menganjurkan kepada umatnya untuk ikut mendo’akan saudaranya yang meninggal dunia dengan menshalatkannya dan ikut mengantar sampai liang kubur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah memberikan contoh dalam hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam suatu hadits,   

عن أنس رضي الله عنه قال : شهدنا بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم ورسول الله صلى الله عليه وسلم جالس على القبر فرأيت عينيه تدمعان ، فقال : هل فيكم من أحد لم يقارف الليلة ؟ فقال أبو طلحة : أنا ، قال : فانزل في قبرها ، فنزل في قبرها فقبرها

“Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami menyaksikan (proses penguburan) anak perempuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang beliau sedang duduk dekat kuburan, terlihat kedua mata beliau berlinang linang karena menangis. Beliau bersabda, “Siapa di antara kalian yang tidak  berhubungan intim dengan istrinya tadi malam?” Berkata Abu Thalhah, “Saya” . Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Maka turunlah kamu ke kuburan dan kuburkan dia.” (HR. al-Bukhari, 1225)

Dari hadits di atas, bisa disimpulkan bahwa melayat orang mati dan ikut menyaksikan upaca penguburannya merupakan salah satu sarana untuk membuat hati kita khusyu’ setiap saat.

Keempat: Menangis karena khawatir umatnya akan diadzab oleh Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mempunyai hati yang lembut dan rasa kasih sayang yang luar biasa kepada sesama manusia, sehingga beliau merasa sangat kasihan jika umatnya diadzab oleh Allah subhanahu wa ta’ala di akherat nanti. Rasa belas kasih inilah yang membuat beliau menangis. Dalam suatu hadits disebutkan,

عن عبد الله بن عمرو بن العاص أن النبي صلى الله عليه وسلم تلا قول الله عز وجل في إبراهيم { رب إنهن أضللن كثيرا من الناس فمن تبعني فإنه مني } وقال عيسى عليه السلام { إن تعذبهم فإنهم عبادك وإن تغفر لهم فإنك أنت العزيز الحكيم } فرفع يديه وقال – اللهم أمتي أمتي – وبكى فقال الله عز وجل يا جبريل اذهب إلى محمد – وربك أعلم – فسله ما يبكيك فأتاه جبريل عليه الصلاة والسلام فسأله فأخبره رسول الله صلى الله عليه وسلم بما قال – وهو أعلم – فقال الله يا جبريل اذهب إلى محمد فقل إنا سنرضيك في أمتك ولا نسوؤك

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu ketika membaca firman Allah tentang Nabi Ibrahim: “Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. –Qs. Ibrahim: 36– Begitu juga beliau membaca firman Allah tentang Nabi Isa: “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.- Qs. al-Maidah: 118 – Kemudian beliau mengangkat tangannya sambil berdo’a, “Ya Allah tolonglah umatku, tolonglah umatku!”  Beliau langsung menangis. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada malaikat Jibril ‘alaihi salam, “Pergilah dan tanya kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kenapa dia menangis – dan Allah mengetahui keadaannya. Kemudian datanglah Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau memberitahukan kejadiannya- dan Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui akan hal itu-. Allah berfirman : “Wahai Jibril pergilah kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beritahukan bahwa Kami telah meridhai umat-mu dan tidak akan menyakitimu.” (HR. Muslim, 202)

Dari hadits di atas, bisa disimpulkan bahwa mengingat adzab Allah yang pedih di alam akherat nanti akan membuat hati ini menjadi khusyu’ setiap saat.

Kelima: Menangis karena melihat fenomena alam, seperti gerhana matahari.

Setiap orang yang hidup di dunia tidak bisa lepas dari fenomena alam yang terjadi di sekitarnya, seperti hujan, petir, gerhana matahari dan bulan, pasang surut air laut, banjir, tanah longsor , gempa bumi, meteor jatuh, gunung meletus, hawa yang sangat dingin atau yang sangat panas, angin topan yang sangat kencang dan lain-lainnya. Sebenarnya fenomena-fenomena alam tersebut tidak terjadi begitu saja tanpa ada hikmah di baliknya. Allah subhanahu wa ta’ala dalam banyak ayat menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya adalah peringatan Allah kepada penduduk bumi ini, supaya selalu ingat bahwa langit dan bumi ini adalah milik Allah, Dia-lah Yang menciptakannya, maka jangan sampai mereka lupa untuk selalu menyembah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Fenomena-fenomena alam itu juga mengingatkan kita bahwa Allah subhanahu wa ta’ala Maha Kuasa untuk menghancurkan apa saja yang berada di muka bumi ini, jika para penduduknya sudah bergelimangan dalam dosa dan maksiat. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika melihat salah satu fenomena alam ini terjadi pada masa beliau masih hidup, beliau takut kalau Allah murka kepada penduduk bumi ini, maka beliau segera menuju tempat shalat untuk melakukan shalat gerhana, sembari memperbanyak sedekah dan istighfar. Dalam sebuah hadits disebutkan,

عن عبد الله بن عمرو بن العاص – أيضاً – قال : انكسفت الشمس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقام رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم يكد يركع ثم ركع فلم يكد يرفع ثم رفع فلم يكد يسجد ثم سجد فلم يكد يرفع ثم رفع فلم يكد يسجد ثم سجد فلم يكد يرفع ثم رفع وفعل في الركعة الأخرى مثل ذلك ثم نفخ في آخر سجوده فقال : أف أف ، ثم قال : رب ألم تعدني أن لا تعذبهم وأنا فيهم ؟ ألم تعدني أن لا تعذبهم وهم يستغفرون ؟ ونحن نستغفرك ، فلما صلى ركعتين انجلت الشمس فقام فحمد الله تعالى وأثنى عليه ثم قال : إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لا ينكسفان لموت أحد ولا لحياته فإذا انكسفا فافزعوا إلى ذكر الله تعالى .

“Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwasanya telah terjadi gerhana matahari pada zaman Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau berdiri melaksanakan shalat sampai lama, kemudian ruku’ sampai lama, kemudian berdiri lagi, kemudian sujud sampai lama, kemudian berdiri pada rakaat kedua sebagaimana yang dilakukan pada rakaat pertama, kemudian beliau menghembus di akhir sujudnya sambil berbunyi : uf..uf.. kemudian beliau berdo’a, “Wahai Rabbku bukankah Engkau telah menjanjikan kepadaku untuk tidak menyiksa mereka selama aku masih berada di antara mereka ? Bukankan Engkau telah menjanjikan kepadaku untuk tidak menyiksa mereka selama mereka beristighfar meminta ampun kepada-Mu? Dan Kami sekarang beristighfar meminta ampun kepada-Mu.” Setelah selesai melakukan shalat dua rakaat, ternyata gerhana sudah terlewati. Kemudian beliau naik  ke atas mimbar untuk berkhutbah. Setelah memuji Allah subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan ini karena kematian atau hidupnya seseorang, jika kalian melihat gerhana, maka segeralah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wa ta’ala.” (Hadits Shahih riwayat Abu Daud, 1194. Lihat juga di Shahih Abu Daud, 1055 akan tetapi disebutkan dua ruku’ sebagaimana yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas secara gamblang menjelaskan kepada kita bagaimana sebenarnya sikap yang harus diambil oleh seorang muslim, jika menyaksikan fenomena alam yang terjadi di sekitarnya, seperti gerhana matahari, tanah longsor, gempa dan lain-lainnya, yaitu dengan memperbanyak sedekah, dzikir, shalat, taubat dan istighfar. Itulah seharusnya yang dilakukan oleh bangsa Indonesia yang sedang dirundung bencana demi bencana. Akan tetapi yang amat disayangkan, masih banyak umat Islam yang belum bisa memahami hal ini, bukannya mereka bertaubat atas dosa-dosa yang mereka lakukan akan tetapi justru semakin hari kejahatan demi kejahatan terus meningkat, padahal fenomena-fenomena alam tersebut merupakan sarana yang sangat tepat untuk menjadikan hati kita bertambah khusyu’. Semoga…

 

***

Ahmad Zain An-Najah

Jakarta, 29 Desember 2021

KARYA TULIS