Penulis
6017 Hits

Pertemuan Mengesankan Dengan Doktor Alumni Al Azhar University

Selasa, 12 Agustus 2008, pagi hari, aku teringat ada janji dengan seseorang. Namanya DR. Ahmad Zain an Najah, seorang Doktor Syariah Lulusan Al Azhar University . Setelah bangun, mandi, gosok gigi, sekitar pukul 08.00 WIB, aku kirim sms ke nomor orang yang akan aku temui tersebut.

”Assalamu’alaikum, sebaiknya saya harus datang ke Mahad pukul berapa yang pas dengan waktu luang antum? Dari M. Zulfikri – Mahasiswa FH UNS Solo.” demikian kurang lebih isi sms yang aku kirim.

Jawaban dari sms yang kutunggu tak kunjung datang. Kurasa beliau sedang sibuk barangkali, karena sebenarnya kedatangannya ke Solo adalah untuk menguji mahasantri Ma’had Aly An Nur Surakarta (aku bingung menggunakan istilah yang tepat untuk menyebut santri-santri yang mencari ilmu di Ma’had Aly – semacam pesantren tingggi, apakah mahasiswa atau mahasantri). Karena tak kunjung dijawab, kuputuskan untuk segera berangkat saja menuju Ma’had Aly An Nur yang dimaksud.

Pada saat itu, aku belum tahu lokasi Ma’had Aly An Nur yang dimaksud tersebut meskipun telingaku sudah tidak terlalu asing mendengar namanya disebut. Kuputuskan untuk bertanya kepada seorang kawanku yang setahuku pernah bahkan sering datang ke Ma’had Aly An Nur. Namanya Chusnun. Tak salah aku bertanya, karena dia memang tahu lokasinya.

Sekitar pukul 10.00 WIB aku diantar ke Ma’had Aly An Nur olehnya membawa motor sendiri-sendiri. Aku dengan Shogun R 120 ku sedangkan dia dengan Supra nya. Beberapa menit perjalanan, kami sampai di lokasi. Tak kusangka Ma’had yang kusangka setidaknya berdiri dengan cukup megah dengan gedung berlantai tinggi atau terletak di daerah yang strategis atau menempati lahan yang luas ternyata tak seperti yang kuduga dan kubayangkan sebelumnya. Jauh dari anggapanku. Ternyata, Ma’had tersebut, dalam prediksiku, hanya menempati lahan yang luasnya tak lebih luasnya dari luasnya sebuah GOR bulutangkis, futsal, atau bolas basket. Dibandingkan dengan luas SD saja, kurasa masih gede-an luas SD. Di lokasi depan, terdapat ruangan kantor administrasi dan ruang tamu. Yang paling mencolok adalah keberadaan masjid bercat hijau terang yang berada di depan kantor administrasi seluas 400 m2, dalam prediksiku. Ruang kelas kuliah berada di belakang masjid. Ruang kelas berlantai dua. Di sisinya, kamar-kamar santri yang tinggal di dalam Mahad melengkapi.

Saat kami datang, ada seorang santri yang sedang bertugas jaga dan menyambut tamu yang kemudian nantinya kukenal bernama Fathurrahman. Setelah mengucap salam dan bersalaman, langsung saja aku bertanya kepadanya, ”Apa pak Zain masih di sini?” tanyaku.

”Iya, beliau masih menguji TA” jawabnya.

”Kira-kira nanti sampai pukul berapa ya?”

”Insya Allah, ujiannya sampai dzuhur. Dan habis itu, Doktor Zain sudah tidak ada jadwal lagi di sini.” jawabnya.

”Mmmm….kalau gitu, gini saja lah. Saya mohon pamit izin dulu, nanti pas sholat dzuhur biar saya ke sini lagi sekalian berjamaah di sini.” kataku.

”Oh ya sudah mas,” jawabnya.

Aku pun mohon pamit dan pergi setelah salam. Sedangkan temanku, Chusnun, yang mengantarku sebelumnya juga telah pamit pulang ke rumahnya tak jauh dari lokasi Mahad. Selanjutnya, aku menuju ke kampus hukum UNS untuk menemui Dosen Pembimbing pertama ku. Sebelumnya, beliau telah sms saya agar menemuinya di kampus sekitar pukul 11.00 WIB. Sekitar pukul 11.10 WIB, aku sampai di kampus FH UNS. Setelah memarkirkan sepeda motor, aku segera lari ke lantai dua menuju ruangan Bidang Humas menemui pak Agus Riyanto, S.H., M. Hum., dosen pembimbingku. Aku dijelaskan beberapa letak kesalahan penyusunan skripsiku agar selanjutna segera direvisi dan diperbaiki untuk selanjutnya dikonsultasikan ulang sesegara mungkin agar dapat segera mengajukan ujian pendadaran atau ujian skripsi atau sidang skripsi.

Waktu telah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Aku harus segera memacu kendaraanku untuk segera sampai di Mahad Aly An Nur kembali pas waktu dzuhur karena apabila sholat dzuhur telah selesai, yang kutakutkan adalah pak Zain telah pergi.

Singkat cerita, alhamdulillah, aku bisa sampai di lokasi tepat pada saat sholat dzuhur. Sesudah sholat dzuhur, aku diantar oleh Fathur menemui Dr. Zain.

“Assalamu’alaikum, saya Fikri, mahasiswa hukum UNS yang kemarin mohon kesediaan antum memeriksa hasil tulisan skripsi saya ustadz..” kataku memperkenalkan diri.

“Wa’alaikum salam. Oh ya.. yang kemaren bilang lewat email itu ya? Mari silakan masuk ke ruangan!” jawab beliau cukup antusias.

Selanjutnya, aku diminta masuk ke ruangan dosen atau ustadz-ustadz. Lalu, aku dipersilakan duduk di sebuah kursi. Dr. Zain berada di depan saya. Diantara kami terdapat meja sebagai saksi bisu diskusi kami.

Tanpa basa-basi, beliau langsung bertanya-tanya tentang isi materi skripsiku, membolak-balik draft tulisan skripsiku, dan bertanya beberapa hal. Begitu pula aku, aku tanyakan beberapa poin masalah yang kudapati masih ada keraguan. Aku tanyakan pula mengenai prinsip-prinsip kenegaraan Islam yang aku pahami selama ini berdasarkan buku-buku yang telah aku baca apakah salah atau tidak dan seterusnya.

Pertemuan yang berlangsung tidak terlalu lama itu, sekitar 30 menit, sangat mengesankan. Betapa tidak, aku yang notabene hanya mahasiswa strata 1 yang belum juga lulus kuliah dari kampus hijau UNS disambut sedemikian rupa dengan cukup antusias oleh seorang Doktor lulusan Al Azhar University. Sebuah penghargaan yang luar biasa bagiku. Tidak ada perasaan takut atau merasa minder. Aku seolah sengaja dibuat agar merasa nyaman dan santai menghadapinya. Diskusi dan perlakuan beliau kepadaku benar-benar berjalan egaliter. Beliau seolah berperan tidak seperti seorang kyai yang berhadapan dengan santri, atau seorang raja dengan rakyat, yang biasanya harus dipenuhi sikap-sikap penghormatan berlebihan dan munduk-munduk dari sang murid atau rakyat (dalam bahasa jawa).

Di akhir pertemuan kami, beliau sempat menyatakan bahwa tulisanku cukup bagus dan menarik untuk diterbitkan sebagai sebuah buku meskipun studi skripsi seperti ini sudah sering dijumpai di Mesir. Namun kalau untuk Indonesia, dalam derajat strata 1, tulisanku beliau bilang tergolong jarang di Indonesia. Oleh karenanya, beliau memberikan beberapa rekomendasi buku-buku rujukan tambahan untuk melengkapi literatur dan keilmiahan sebuah karya tulis ilmiah.

”Semoga sukses!” kata beliau menutup saran.

”Amin. Syukron Jazakumullahu khoiron katsiro atas waktu dan semuanya ustadz…. Saya langsung pamit saja. Assalamu’alaikum.” kataku menimpali saran beliau.

Aku pun juga berpamitan kepada seluruh ustadz-ustadz yang berada di dalam ruangan kantor Mahad Aly An Nur. Sebetulnya, aku masih diajak agarikut dalam perjamuan makan siang oleh para asatidz Mahad. Namun, aku merasa tidak enak dan pekewuh. Aku pun juga melihat ustadz Zain sepertinya masih ingin membahas isi tulisanku lebih jauh dan lebih dalam (agak geer nih). Namun karena waktu yang terbatas, beliau sempat memberikan pesan agar nantinya bisa dilanjutkan lewat email atau sms di lain kesempatan. (13/08/08-repost ahmed fikreatif)

KARYA TULIS