Tsaqafah
43176 Hits

Kekuatan Istighfar (Bagian I)

Mengapa Istighfar ?

Manusia yang hidup di dunia ini tidak bisa luput dari kesalahan. Dalam bahasa Arab manusia disebut ”An Nas” yang berarti makhluq yang pelupa. Berkata Ibnu Abbas: ”Nabi Adam AS lupa terhadap janji Allah, maka dinamakan manusia.”( [1] ). Salah satu cara menutupi kelupaan dan kesalahan tersebut adalah dengan istighfar (meminta ampun kepada Allah SWT). Oleh karenanya, Allah dalam banyak ayat memerintahkan kaum muslimin untuk beristighfar dan memohon ampun kepada-Nya atas kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat. Sebagaimana yang tersebut dalam hadist qudsi :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( قال الله تبارك وتعالى : ” يا عبادي إنكم تخطئون بالليل والنهار ، وأنا أغفر الذنوب جميعا فاستغفروني أغفر لكم )

Rasulullah saw bersabda: Allah berfirman: ”Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kamu membuat kesalahan pada waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka memohon ampunlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu." ( [2] )
Orang yang merasa tidak pernah berbuat salah adalah orang yang menyalahi fitrah dan menyalahi hukum alam yang telah diletakkan Allah dalam kehidupan ini. Hal ini telah diterangkan oleh Rosulullah saw dalam suatu haditsnya :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( والذي نفسي بيده لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ، ولجاء بقوم يذنبون فيستغفرون الله فيغفر لهم )

Rasulullah saw bersabda: ”Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, jika kamu tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan mematikan kamu dan menggantikannya dengan suatu kaum yang berbuat dosa kemudian mereka meminta ampun kepada-Nya, kemudian Allah akan mengampuni mereka.” ( [3] )

Maka, sebagai orang yang beriman hendaknya kita mengakui bahwa setiap dari kita pasti pernah melakukan kesalahan, kemudian selalu memohon ampun kepada Allah swt. Untuk menuju kearah itu, tentunya kita harus mengetahui seluk beluk istighfar itu sendiri, apa hakekatnya, apa saja keutamaannya, bagaimana cara beristighfar, kapan waktunya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan istighfar.

Arti Istighfar

Istighfar berarti meminta ampun kepada Allah, dengan harapan agar Allah menutupi dan memaafkan dosa-dosa yang pernah dilakukan-nya, serta tidak menghukumnya.( [4] )

Di sana ada pertanyaan: apa perbedaan antara istighfar dengan taubat?

Jawabannya : Istighfar kalau disebut dalam Al-Qur’an dan hadist secara sendiri maka berarti taubat juga. Akan tetapi kalau istighfar dan taubat disebut bersamaan dalam satu kalimat, maka perbedaan antara keduanya adalah bahwa istighfar: meminta ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Sedang taubat adalah kembali kepada Allah supaya dijauhi dari dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan yang akan datang. Jadi dosa itu ada dua, yang pertama adalah dosa yang telah berlalu, maka obatnya adalah istighfar, dan yang kedua adalah dosa yang akan datang, maka obatnya adalah taubat supaya tidak terjebak di dalamnya dikemudian hari. ( [5] )

Keutamaan atau kekuatan istighfar

Istighfar mempunyai beberapa faedah dan keutamaan, diantaranya adalah :

Pertama : Istighfar menyebabkan terhapusnya dosa-dosa dan kesalahan.

Rosulullah saw bersabda :

ما من رجل يذنب ذنبا ثم يقوم فيتطهر ثم يصلى ثم يستغفر الله إلا غفر له ، ثم قرأ هذه الآية ( وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ )

Rosulullah saw bersabda : ” Tidak ada satupun seorang hamba yang berbuat suatu dosa, kemudian berdiri untuk mengambil air wudlu, kemudian melakukan sholat dan beristighfar untuk meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuni dosanya. Kemudian Rosulullah saw membaca surat Ali Imran , ayat : 135, yang artinya: “ Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. “ ( [6] )

Beberapa pelajaran dari hadist di atas :

Pertama: Orang yang bertaqwa bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, akan tetapi orang yang bertaqwa sebagaimana yang tersebut dalam surat Ali Imran, ayat 135 diatas, salah satu sifatnya adalah jika ia melakukan kesalahan segera beristighfar, mengakui kesalahannya serta memohon ampunan dari Allah swt.

Kedua: Salah satu cara untuk bertaubat dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah dengan berwudlu, kemudian melakukan sholat, boleh dua rakaat atau lebih, kemudian setelah sholat beristigfar memohon ampun kepada Allah SWT. Shalat tersebut oleh sebagian orang disebut ”Shalat Taubah ”. Kalau kita perhatikan dari bunyi hadist di atas, bahwa shalat taubat sangatlah mudah dan ringkas. Bacaan-bacaan di dalamnya sebagaimana shalat biasa, dan shalat taubat seperti ini adalah sholat taubat yang benar. Adapun sholat taubat yang dilakukan oleh sebagian orang dengan melakukan sholat 12 rekaat pada malam senin dengan didahului ritual mandi dan shalat witir, kemudian diharuskan membaca bacaan-bacaan tertentu didalamnya, adalah sholat bid’ah yang tidak mempunyai landasan kecuali hadist maudhu’ dan batil, yang tidak boleh diamalkan oleh setiap muslim. ( [7] )

Dosa dan maksiat yang ada dalam diri kita, bagaikan penyakit dalam tubuh manusia, dia akan memberatkan tubuh, mengganggu gerakannya, memperlambat kecepatannya, memandulkan kecakapannya, memusingkan kepalanya, membuat nyeri di perut, membuat pegal di badan, membuatnya tidak bernafsu untuk makan, tidak selera untuk minum dan tidak enak untuk tidur, tidak bisa konsentrasi dalam kerja. Makanya dengan istighfar penyakit dosa dan maksiat itu akan dihilangkan dan dihapus oleh Allah swt, sehingga hati ini menjadi lebih tenang dan wajah menjadi cerah, semangat menjadi tumbuh kembali, badan menjadi segar dan bugar.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( قال الله تبارك وتعالى : يا ابن آدم لو بلغت ذنوبك عنان السماء ثم استغفرتني غفرت لك ولا أبالي )

Rosulullah saw juga bersabda : Allah berfirman : ” Wahai anak adam, walaupun dosa kamu mencapai setinggi langit , kemudian kamu beristighfar memohon ampun kepada –Ku, maka niscaya Aku ampuni kamu, dan Aku tidak peduli. ” ( [8] )

Hadist di atas mengajak kepada siapa saja yang telah berbuat dosa dan maksiat walaupun sebanyak apapun juga, untuk tidak putus asa dari rahmat Allah…jangan sampai ia menganggap atau mengira bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya lagi. Dalam hadist qudsi diatas Allah berfirman ” Wala Ubali ” artinya Aku tidak peduli berapa banyak dosa-dosa yang pernah kamu kerjakan wahai anak Adam.

Beberapa bulan yang lalu, seseorang berkonsultasi kepada saya, dan bertanya apakah Allah mengampuni dosa-dosanya selama ini, karena dia telah banyak mabuk-mabukan dan minum mimuman keras, bahkan sampai berzina berkali-kali ?

Saya mengira orang yang bertanya demikian tidaklah sendiri, banyak dari umat Islam ini yang tidak mengetahui bahwa Allah swt Maha Pengampun, mengampuni segala dosa baik yang besar maupun yang kecil, kecuali dosa syirik.

Kejadian ini mirip dengan kisah seorang penjahat kelas kakap yang pernah membunuh 99 orang secara dhalim, karena merasa berdosa orang tersebut mendatangi seseorang yang terkenal dengan ahli ibadat, ketika ia bertanya apakah dirinya masih ada kesempatan untuk bertaubat ? Ahli ibadat tersebut menjawab : ” Tidak ada ” . Karena kecewa dengan jwaban tersebut, akhirnya ahli ibadat tersebut dibunuhnya juga, dengan demikian orang yang dibunuhnya lengkap menjadi 100 orang. Kemudian dia bertanya kepada seorang alim ( yang mengetahui ilmu syar’I ), sang alim tersebut menjawab bahwa pintu taubat masih terbuka lebar baginya. Kemudian sang alim tersebut menyuruhnya pindah ke daerah yang lingkungan baik agar bisa melaksanakan ibadat dengan benar. ( [9] )

Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas :

Pertama : Allah telah menggerakkan hati orang yang bermaksiat , sehingga ada keinginan untuk bertaubat, atau dengan kata lain : Allah telah memeberikan taufik-Nya kepada orang tersebut untuk bertaubat. Tanpa taufik dari Allah, seseorang tidak akan mempunyai kemauan, bahkan tidak akan tergerak hatinya sedikitpun untuk bertaubat. Dari sini kita ketahui betapa pentingnya taufik dari Allah swt, maka hendaknya kita selalu memohon kepada Allah swt agar diberikan taufik untuk bisa berbuat baik,memeohon kekuatan untuk bisa menghindari hal-hal yang tidak baik , dan dijauhi dari bermaksiat kepada Allah swt.

Kedua: Ahli ibadat yang tidak punya ilmu, yang dalam hadist di atas disebut sebagai ” rahib ” ( seorang pendeta ) adalah orang yang rentan terjerumus dalam kesesatan dan akan menyesatkan orang lain. Ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh para ulama tafsir bahwa maksud kalimat ” wala ad-Dhollin ” dalam surat Al Fatihah adalah orang-orang Kristen, termasuk di dalamnya para pendetanya yang semangat beribadat, akan tetapi tidak mempunyai ilmu, sehingga dicap oleh Allah sebagai golongan yang sesat. Oleh karenanya kita diwajibkan untuk selalu membaca surat Al Fatihah dalam sholat lima waktu sebanyak 17 kali, yang di dalamnya terdapat doa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari jalannya orang-orang kristen yang sesat.

Pendeta di atas dikatakan sesat dan menyesatkan, karena dia tidak mengetahui bahwa Allah mengampuni segala dosa, kecuali dosa syirik, kemudian dia berfatwa kepada orang yang ingin bertaubat bahwa pintu taubat telah tertutup. Akibat kesesatannya itu akhirnya dia terbunuh secara tidak terhormat.

Ketiga : Seorang yang alim ( mempunyai ilmu syar’i) adalah sosok yang mampu memberikan penerangan dan pencerahan kepada manusia karena ilmu yang dimilikinya. Sehingga manusia menemukan kebahagiaan hidupnya baik di dunia maupun di akherat.

Keempat : Lingkungan sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang. Orang yang membunuh 100 orang tadi adalah hanyalah salah satu korban dari lingkungannya sendiri.

Kelima : Pentingnya mencari ilmu syar’i. Seorang pembunuh 100 orang bisa menemukan kebahagian hidup karena berusaha mencari ilmu syar’I, sehingga dia bertemu dengan seorang alim yang menunjukkan padanya jalan yang benar.

Catatan :

Kisah pembunuh 100 orang di atas bukan berarti mengajak seseorang berbuat jahat seenaknya sendiri dengan dalih Allah akan mengampuni dosa-dosanya jika ia beristighfar. Hal itu dikarenakan dua hal :

Pertama : Seseorang yang telah berbuat jahat tidak mengetahui apakah dia akan hidup lama sehingga bisa beristighfar kepada Allah swt. Bagaimana ketika dia sedang berbuat jahat atau sedang bermaksiat kemudian tiba-tiba Allah mencabut nyawanya ? Bukankah dia akan merugi karena mati dalam keadaan bermaksiat dan suul khotimah.

Kedua : Anggap saja ia bisa hidup lama, akan tetapi apakah yakin dia akan bisa sadar dan tergerak untuk beristighfar kepada Allah swt ? Sebagaimana yang disebut di atas bahwa bertaubat itu adalah taufik dari Allah swt, tanpanya manusia tidak mungkin ada keinginan untuk bertaubat.

Kekuatan Kedua: Istighfar menyebabkan seseorang tinggi derajatnya di dunia dan di akherat.

Orang yang selalu istighfar, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya di dunia dan di akherat. Tinggi derajatnya di dunia, karena orang yang selalu beristighfar akan selalu hati-hati dalam berbuat, seandainya ia terjatuh ke dalam suatu kesalahan ataupun dosa segera ia ingat Allah swt dan memohon ampun kepada-Nya.Orang seperti ini akan disenangi dan dihormati oleh masyarakat sehingga secara otomatis derajatnya akan menjadi tinggi di mata mereka.

Tinggi derajatnya di akherat, karena Rosulullah saw pernah bersabda :

إن الله عز وجل ليرفع الدرجة للعبد الصالح في الجنة ، فيقول : يا رب أني لى هذه ؟ فيقول : باستغفار ولدك لك

” Sesungguhnya Allah telah mengangkat derajat seorang hamba sholeh di syurga. Hamba tersebut bertanya kepada Allah : ” Wahai Rabb ! kenapa derajat saya jadi terangkat ? Allah berfirman : Itu, karena anakmu memohonkan ampun atas dosa-dosamu . ” ( [10] )

Derajat hamba tersebut menjadi tinggi di syurga karena anaknya selalu memintakan ampun atas dosa-dosanya , bagaimana kalau dia sendiri yang beristighfar dan memohon ampun kepada Allah atas segala dosanya, tentunya derajatnya akan naik lebih tinggi.

Hadits di atas, secara tidak langsung memerintahkan kepada umat Islam akan selalu mendoakan orang tuanya, memohonkan ampun atas dosa-dosanya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.

Berkata Ibnu Taimiyah : ” Istighfar bisa memindahkan seorang hamba dari perbuatan yang jelek kepada perbuatan yang terpuji, memindahkannya dari suatu amalan yang belum sempurna menjadi sebuah amalan yang sempurna, dan meninggikan seorang hamba dari posisi yang rendah menuju posisi yang lebih tinggi darinya bahkan lebih lengkap. ” ( [11] )

Kekuatan ketiga : Istighfar membuat hati menjadi bersih dan bening.

Seorang muslim yang selalu beristighfar dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan yang ia perbuat, tidak diragukan lagi hatinya akan menjadi bening dan bersih. Bagaimana tidak bening, kalau setiap saat ia selalu mengakui kesalahan yang ia lakukan, selalu menjaga dirinya agar tidak terpelosok dalam hal-hal yang akan mengotori hatinya. Orang yang hatinya bening biasanya tidak pendendam dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Dalam hal ini Rosulullah saw bersabda :

إن العبد إذا أخطأ خطيئة تكتت في قلبه نكتة سوداء ، فإذا هو نزع واستغفر وتاب سقل قلبه ، وإن عاد وزيد فيها حتى تعلو قلبه ، وهو الران الذي ذكر الله (كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ)

”Sesungguhnya seorang hamba jika ia melakukan kesalahan, maka akan tercemari hatinya dengan satu bercak hitam. Jika ia menghentikan kesalahannya dan beristighfar (memohon ampun) serta bertaubat, maka hatinya menjadi bersih lagi. Jika ia melakukan kesalahan lagi, dan menambahnya maka hatinya lama-kelamaan akan menjadi hitam pekat. Inilah maksud dari ”al-Raan” (penutup hati) yang disebut Allah dalam firman-Nya: ”Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.(Qs Al Muthoffifin : 14 ) ” ( [12] )

Beberapa pelajaran dari hadist di atas :

Pertama: Seorang manusia pasti tidak pernah luput dari kesalahan.

Kedua: Kesalahan yang dilakukan manusia akan membekaskan warna hitam pada hatinya. Dan bekas itu tidak akan hilang kecuali kalau dia beristighfar kepada Allah swt. Oleh karenanya, kita tidak boleh meremehkan dosa walaupun kelihatan kecil. Karena yang kecil ini lama-kelamaan akan menjadi besar. Para ulama mengatakan :

لا تحقرن صغيرة إن الجبال من الحصي

”Janganlah engkau meremehkan dosa kecil …. Sesungguhnya gunung itu merupakan kumpulan dari kerikil.”

Pernyataan ini dikuatkan dengan suatu hadist bahwasanya Rosulullah saw bersabda :

إياكم ومحقرات الذنوب فإنهن يجمعن على الرجل حتى يهلكنه

”Janganlah engkau meremehkan dosa, karena dosa-dosa itu kalau terkumpul pada diri seseorang, niscaya akan mencelakakannya.” ( [13] )

Ketiga: Salah satu sifat orang yang bertaqwa adalah jika ia melakukan dosa ataupun kesalahan baik yang kecil maupun yang besar, dia akan segera ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa dan kesalahan yang diperbuatnya, sebagaimana yang pernah diterangkan di atas.

Keempat: Orang-orang yang sering meremehkan dosa-dosa kecil, apalagi yang besar dan tidak mau beristighfar, hatinya akan menjadi hitam dan keras, bahkan lebih keras dari batu. Sulit baginya untuk menerima nasehat dan peringatan. Hatinya tidak bergetar sedikitpun ketika dibacakan ayat-ayat Allah, tidak pernah menangis karena takut akan dosa-dosanya, dan tidak takut dengan adzab Allah. Orang seperti ini tidak pernah merasakan nikmatnya keimanan, tidak pernah merasakan lezatnya bermunajat dengan Allah swt, bersimpuh di depan-Nya mengharap rahmat-NYa dan takut dengan adzab dan siksaan-Nya. Orang seperti ini akan merasa berat jika diajak untuk melakukan ibadat, hidupnya tidak pernah tenang dan tentram, karena tidak pernah mengingat Allah swt, padahal Allah berfirman :

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” ( [14] )

Kekuatan Keempat : Istighfar menyebabkan turunnya rahmat dan kasih sayang dari Allah swt.

Kalau seorang anak yang berbuat salah dan melanggar perintah orang tuanya, kemudian tiba-tiba anak itu datang kepada orang tuanya seraya mengakui dosa dan kesalahan yang telah ia perbuat, serta memintanya maaf, maka biasanya orang tua yang baik dan perhatian terhadap perkembangan anak, dia akan memaafkan kesalahan yang diperbuat anaknya, bahkan dia semakin sayang kepadanya, karena ia berbuat jujur dan mau meminta maaf. Contoh ini hanyalah untuk memperjelas masalah sesungguhnya - dan Allah memiliki permitsalan yang lebih tinggi dan mulia- yaitu jika seorang hamba yang telah berbuat dosa dan melakukan kesalahan, kemudian secara sadar dia ingin bertaubat dan mengakui segala dosa-dosanya sambil bersimpuh di hadapan Allah swt seraya beristighfar memohon ampun atas segala kekhilafan dan dosa yang telah diperbuatnya, niscaya Allah akan mengampuninya, serta memberikan rahmat dan kasih sayang-NYa kepada hamba tersebut. Dalam hal ini Allah berfirman :

قَالَ يَا قَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُونَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلَا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dia berkata: “Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan? Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.” ( [15] )

Ayat di atas menerangkan bagaimana Nabi Shaleh melarang kaumnya untuk berdoa memohon disegerakan adzab, sebaliknya Nabi Shaleh menganjurkan mereka untuk selalu beristighfar memohon ampun kepada Allah atas segala dosa, agar rahmat Allah turun kepada mereka.

Orang-orang yang hidupnya susah, ataupun yang mempunyai banyak problematika yang tidak kunjung selesai, ataupun punya cita-cita yang belum kesampaian, atau takut terhadap sesuatu yang akan menimpanya, atau terhadap sesuatu yang mengancam dirinya, hendaknya mereka selalu beristighfar kepada Allah SWT, dengan harapan Allah akan memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya dan memudahkan segala urusan serta dijauhi dari segala marabahaya. Itu semua masuk dalam katagori rahmat dan kasih sayang Allah SWT. (bersambung).

Kairo, 11 Juli 2007


* Makalah ini disampaikan dalam pengajian rutin di Radio Qomunity , Kairo, pada tanggal 14 Juli 2007 M

)[1]) Al Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an, ( Beirut, Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1996 ) juz I, hal : 135

)[2]) Hadist Shohih riwayat Muslim, no : 2577

)[3]) Hadist Shohih riwayat Muslim, no : 2749

)[4]) Ibnu Qayyim, Madarik Salikin : Juz I , hal . 20

)[5]) Ibid , hal .307

)[6]) Hadist Hasan Riwayat Tirmidzi no : 3009, Abu Daud, no ; 1521

)[7]) Lihat secara lebih lengkap tentang sholat bid’ah yang dasarnya hadist batil ini dalam : Abu Umar Abdullah bin Muhammad al Hamadi. Al Asinah Al Musyri’ah fi at Tahdzir mi as Sholwat Al Mubtada’h,( As Syariqah, Maktabah As Shohabah, 2002 ) , hal : 169-170.

)[8]) Hadist Shohih Riwayat Tirmidi no : 2540 dan Ahmad : 5/ 172

)[9]) Hadist Shohih Riwayat Muslim

)[10]) Hadist Hasan Riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya ( 3/509 )

)[11]) Ibnu Taimiyah, Risalah Istighfar, ( Manshurah, Dar Al Dakwah, 2006 ) hal : 72

)[12]) Hadist Hasan riwayat Tirmidzi ( no : 3334 ) dan Imam Ahmad dalam Musnadnya ( 2/ 297 )

)[13]) Hadist riwayat Ibnu Majah dan Ahmad

)[14]) Qs Ar Ra’du , ayat : 28

)[15]) Qs An Naml, ayat : 46

KARYA TULIS