Karya Tulis
791 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 2: 231-232) Bab ke-109 Menghalangi Orang Menikah


Menghalangi Orang Menikah


وَاِ ذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَ مْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ سَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ ۗ وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَا رًا لِّتَعْتَدُوْا ۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ وَلَا تَتَّخِذُوْۤا اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا وَّا ذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمَاۤ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ وَا لْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ وَا تَّقُوا اللّٰهَ وَا عْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ


"Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai (akhir) idahnya, maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka. Barang siapa melakukan demikian, maka dia telah menzalimi dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepada kamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu, yaitu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah [2]: 231 )

 

1.      Larangan Memberikan Mudharat

 

1)      Ayat di atas memerintahkan seorang muslim jika menceraikan istrinya dan ketika masa iddahnya hampir habis. Maka dia hanya mempunyai dau pilihan saja, yaitu merujuknya secara baik atau melepasnya secara baik.

 

2)      Firman-Nya, (فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ ) Artinya masa iddahnya hampir habis. Walaupun makna lahiriyahnya adalah masa iddahnya sudah habis. Diartikan “hampir” habis, karena kalau masa iddah sudah habis, maka istri tidak boleh dirijuk lagi.

 

3)      Ayat ini turun berkenaan dengan Tsabit bin Yasar al-Anshor yang telah

menceraikan istrinya ketika masa iddahnya tinggal dua atau tiga hari lagi, dia merujuknya kemudian menceraikannya sehingga sang istri menderita. Maka turunlah ayat ini, dan inilah makna dari firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

 

وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَا رًا لِّتَعْتَدُوْا

 

“Dan janganlah kalian tahan mereka (para istri) dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka.”

 

Barang siapa berniat buruk kepada istrinya atau kepada orang lain, sesungguhnya dia telah menzalimi dirinya sendiri. Ini mirip dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

 

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَ نْفُسِكُمْ ۗ وَاِ نْ اَسَأْتُمْ فَلَهَا

 

"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. (QS. Al-Isra [ 17 ] : 7)

 

2.      Bercanda dalam Pernikahan

 

وَلَا تَتَّخِذُوْۤا اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا

 

“Janganlah kalian jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan.”

 

1)      Diriwayatkan dari Abu Darda’, beliau berkata “Dahulu kaum laki-laki biasa menceraikan istrinya dan berkata “Aku hanya bercanda.” Merekapun juga biasa memerdekakan budak dan berkata “Aku hanya bercanda!” lalu turunlah ayat ini.

 

2)      Didalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,


ﺛﻼﺙ ﺟﺪﻫﻦ ﺟﺪ ﻭﻫﺰﻟﻬﻦ ﺟﺪ : ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭﺍﻟﻄﻼﻕ ﻭﺍﻟﺮﺟﻌﺔ .


“Ada 3 hal yang tehitung serius, baik dilakukan dengan serius maupun sambil bercanda : nikah, cerai, dan rujuk.” (HR. at-Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Berkata at-Tirmidzi hadits ini Hasan Gharib)  

 

3)      Secara umum kita dilarang bercanda dalam hukum syariat apalagi di dalam masalah aqidah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


وَلَئِنْ سَاَ لْتَهُمْ لَيَـقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُ ۗ قُلْ اَبِا للّٰهِ وَاٰ يٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ

لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَا نِكُمْ ۗ اِنْ نَّـعْفُ عَنْ طَآئِفَةٍ مِّنْكُمْ نُـعَذِّبْ طَآئِفَةً بِۢاَنَّهُمْ كَا نُوْا مُجْرِمِيْنَ

 

"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah, "Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa."  (QS. At-Taubah [9] : 65-66 )

 

4)      Firman-Nya,

 

وَّا ذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمَاۤ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ وَا لْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهٖ

 

Ingatlah nikmat Allah kepada kamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu, yaitu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), untuk memberi pengajaran kepadamu. (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 231 )

 

Supaya hati kita tetap mengagungkan hukum-hukum Allah dan tidak meremehkannya, kita diperintahkan untuk selalu mengingat nikmat Allah berupa nikmat Iman, Islam, dan Kitab Suci al-Qur’an yang didalamnya terdapat banyak nasehat.

 

3.      Menghalagi Orang Menikah

 


وَاِ ذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ اَنْ يَّنْكِحْنَ اَزْوَا جَهُنَّ اِذَا تَرَا ضَوْا بَيْنَهُمْ بِا لْمَعْرُوْفِ ۗ ذٰلِكَ يُوْعَظُ بِهٖ مَنْ كَا نَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ ذٰ لِكُمْ اَزْکٰى لَـكُمْ وَاَ طْهَرُ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ



"Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai idahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 232 )

 

1)      Ayat di atas menunjukkan bahwa para wali melarang menghalang-halangi wanita di bawahnya. Jika ingin menikah apalagi sudah ada yang melamarnya, apalagi yang melamar ini orang shalih dan sepadan (sekufu) dengan wanita tersebut.

 

2)      Disebutkan bahwa Ma’qil bin Yasar bahwa ia dahulu menikahkan saudara perempuannya dengan seorang laki-laki muslim. Setelah itu merujukinya sampai masa iddahnya habis. Kemudian mantan suaminya itu ingin kembali kepada istrinya begitu pula sebaliknya. Sehingga ia ikut melamarnya bersama pelamar yang lain. Namun Ma’qil berkata  kepadanya “Hai, orang tercela! Aku sudah memuliakanmu dengan menikahkanmu dengan saudaraku itu, tetapi kau justru menolak dia?! Demi Allah selamanya ia tidak akan kembali kepadamu!” namun Allah mengetahui kebutuhan laki-laki itu kepada mantan istrinya kepada mantan suaminya, maka dia menurunkan firmannya : “Apabila kamu menalak istri-istrimu...” sampai firmannya “... sedang kamu tidak mengetahui.” Setelah mendengar ayat ini, Ma’qil berkata, “Aku patuh kepada perintah tuhanku.” Lalu ia memanggil orang itu dan berkata “Aku nikahkan engkau saudara perempuanku ini.”

 

 

3)      Ayat di atas juga menunjukkan bahwa pernikahan tidak sah kecuali dengan wali karena ayat tersebut ditunjukkan bagi para wali. Seandainya seorang wanita boleh menikah tanpa wali maka larangan kepada para wali pada ayat disini tidak ada manfaatnya.

 

****

 

Jakarta, Kami 10 februari 2022

KARYA TULIS