Tafsir An-Najah QS.[5]: 38 BAB 297
Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah[5]: 38-40)
BAB 297
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Maidah[5]: 38)
- Pada ayat sebelumnya, diterangkan tentang hukum dan sanksi bagi orang yang merampok. Pada ayat ini diterangkan tentang hukum dan sanksi mencuri atau bisa dikatakan bahwa merampok adalah bentuk pencurian besar, sedangkan mencuri dianggap sebagai pencurian kecil.
- Firman-Nya, [وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ]
Kata () artinya pencuri, pencuri adalah orang yang profesinya mencuri: ini menunjukkan bahwa ia melakukan pencurian berkali-kali tetapi yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang yang mencuri, walaupun dia melakukannya pertama kali.
- Adapun pengertian pencurian adalah mengambil harta orang lain tanpa hak. Secara sembunyi-sembunyi dari temat penyimpanannya, seperti dompet, lemari, rumah, toko dan lainnya.
- Dalam ayat ini, pencuri laki-laki didahulukan dari pada penculik wanita, hal itu karena kebutuhan laki-laki terhadap harta jauh lebih banyak dari wanita. Bukankah laki-laki sebagai penanggung jawab kebutuhan anak dan istri. Oleh karena itu warisan untuk anak laki-laki dua kali lipat jumlahnya dari warisan untuk anak wanita. Selain itu, laki-laki lebih berani untuk melakukan pencurian dibanding wanita dan keliatannya pencuri laki-laki jauh lebih banyak dibanding dengan pencuri wanita.
Adapun dalam perzinaan, wanita didahulukan penyebutannya dari laki-laki, sebagaimana di dalam firman Allah,
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali…” (QS. An-Nur[24]: 2)
Hal itu, karena kebutuhan syahwat wanita lebih besar dari pada laki-laki. Selain itu wanita lebih berani untuk melakukan perbuatan zina dibandingkan laki-laki. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Zulaikha-lah yang menginginkan untuk berbuat zina dengan Nabi Yusuf. Dan secara realita, pelacur kebanyakan dari kalangan wanita.
Firman-Nya,
فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا
1. hukuman orang yang mencuri adalah dipotong tangannya. Perintah untuk memotong tangan pencuri ditujukan kepada pemerintah atau penguasa suatu negara atau wilayah. Bukan ditujukan kepada setiap orang. Oleh karena itu, selain penguasa tidak boleh memotong tangan pencuri, walaupun dia tokoh agama, atau pimpinan pesantren atau pimpinan ormas, ataupun pimpinan partai.
Dari sini diketahui, bahwa tidak setiap perintah di dalam Al-Qur’an maupun dalam as-sunnah boleh dikerjakan oleh semua orang, karena sebagian dari perintah tersebut secara khusus ditujukan kepada penguasa atau pemimpin.
2. tidak semua pencuri diperintahkan untuk dipotong tangannya. Karena salah satu syarat memotong tangan pencuri adalah jika dia mencuri sebanyak seperempat Dinar atau lebih. Jika kurang dari itu, maka tidak boleh dipotong tangannya. Dalilnya adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘Anha,
أنّ النّبيّ صلّ الله عليه وسلّم قَالَ تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقُ فِي رُبْعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا
“Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,bersabda: Tangan seorang pencuri dipotong jika mencuri barang senilai seperempat Dinar atau lebih” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Abdullah bin Umar,
أنّ النّبيّ صلّ الله عليه قطع في مجن قيمته ثلاثة دراهم
“Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah memotong tangan pencuri yang mencuri perisai harganya 3 dirham”(HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua hadits tersebut tidak bertentangan karena 1 dirham senilai 12 dirham, sehingga ¼ dirham senilai 3 dirham.
3. jika seorang mencuri senilai ¼ dinar atau lebih maka tangan kanannya dipotong mulai dari pergelangan tangan. Jika dia mencuri lagi, maka kaki kirinya dipotong mulai dari pergelangan kaki. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
إذا سرق السارق فاقطعوا يده ثم إذا عاد فاقطعوا رجله اليسرى
“Jika ada orang yang mencuri, maka potong-lah tangannya. Kemudian jika ia mengulangi lagi, maka potonglah kaki kirinya” (HR. ad-Daruquthni)
Setelah dipotong tangan kanannya dan kaki kirinya, kemudian mengulangi lagi. Para ulama berbeda pendapat:
1. Menurut al-Malikiyah dan asy-Syafi’iyyah maka dipotong tangan kirinya, kemudian jika mengulangi lagi, maka dipotong kaki kanannya.
2. Menurut al-Hanafiyyah dan al-Hanabilah, sudah tidak ada hukuman potong tangan dan kaki lagi.
Catatan:
1. Pada zaman Jahiliyyah hukuman potong tangan bagi pencuri sudah diterapkan. Dan pertama kali pencuri yang dipotong tangannya pada waktu itu adalah al-Walid bin al-Mughirah.
2. Kemudian hukuman potong tangannya ditetapkan di dalam Islam. Dan orang Islam pertama kali yang dipotong tangannya oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah al-Khiyar bin Adi bin Naufal bin Abdu Manaf (laki-laki). Dan Murrah binti Sufyan bin Abdul Asad dari Bani Makhzum (Wanita).
3. Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memotong tangan pencuri perhiasan. Dan Umar bin al-Khattab pernah memotong tangan Ibnu Samurah.
جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
- Kata (نَكَالًا) berasal dari (النكل) artinya ikatan yang kuat dan bisa untuk mengekang. Hukuman ini disebut sebagai (نَكَالًا) agar menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak melakukan pencurian.
- Kata (عَزِيْزٌ) artinya Allah Maha Perkasa, mampu memberikan hukuman kepada siapa saja yang melanggar aturan-Nya.
- Kata (حَكِيْمٌ) Allah Maha Bijaksana di dalam menentukan hukuman potong tangan bagi pencuri, agar menjadi pelajaran bagi yang lain sehingga tidak ikut melakukan pencurian. Dengan demikian masyarakat menjadi aman, tentram dan damai. Diceritakan dari al-Ashma’i. bahwa dia ketika membaca ayat ini dan salah membaca penutup ayat. Dia membacanya dengan والله غفور رحيم.
Tiba-tib ada seseorang Badui yang mendengar bacaaan itu menegurnya dan bertanya, ini perkataan siapa? Al-Ashma’i ingat akan kesalahannya, kemudian dia membaca ayat innilagi dengan benar. Diakhir ayat dia membaca. والله عزيز حكيم. Ketika itu juga, orang Badui tersebut berkata “ini baru yang benar” Al-Ashma’i bertanya, “Bagaimana anda tahu?” orag Badui menjawab “Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, dialah yang memerintahkan untuk memotong tangan sedangkan yang pengampun dan penyayang tidak akan menyuruh memotong tangan”
فَمَنْ تَابَ مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ وَاَصْلَحَ فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Maka, siapa yang bertobat setelah melakukan kezaliman dan memperbaiki diri, sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah[5]: 39)
(فَمَنْ تَابَ) Barangsiapa yang bertaubat, yaitu kembali ke jalan Allah. taubat artinya secara bahasa adalah kembali.
(مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ) setelah kezhalimanya, maksudnya setelah melakukan pencurian. Pencuri disebut perbuatan zhalim karena mengambil harta yang bukan miliknya. Dan setiap dosa disebut zhalim.
(وَاَصْلَحَ) dan memperbaiki diri dengan beristighfar dan memperbanyak amal shalih. Oleh karenanya, setiap orang beriman dan beramal shalih disebut “al-Mushlih” (orang yang memperbaiki diri dan memperbaiki orang lain). Merekalah orang-orang yang memperbaiki bumi ini. Adapun orang-orang kafir, musyrik dan munafik disebut orang yang membuat kerusakan bagi dirinnya dan orang lain. Dalam hal ini Allah berfirman:
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَلٰكِنْ لَّا يَشْعُرُوْنَ
“Apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi, mereka menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari. (QS. Al-Baqarah[2]: 11-12)
Allah juga berfirman,
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf[7]: 55-56)
Dalam ayat ini Allah melarang untuk membuat kerusakan di muka bumi dengan kesyirikan, kekafiran dan kemaksiatan. Setelah adanya perbaikan dengan Tauhid dan keimanan.
(فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ) Menunjukkan bahwa Allah mengampuni seluruh dosa, di mana pelakunya mau bertaubat dengan sungguh-sungguh. Allah berfirman,
اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar[39]: 53)
Apakah hukuman potong tangan gugur jika pelaku pencurian bertaubat? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Pendapat pertama: Hukuman potong tanga menjadi gugur jika dia bertaubat dan belum ditangkap oleh aparat negara. Seperti hal gugurnya hukuman para perampok dan pembuat kekacauan jika mereka bertaubat sebelum ditangkap aparat. Hal inni berdasarkan firman Allah,
اِلَّا الَّذِيْنَ تَابُوْا مِنْ قَبْلِ اَنْ تَقْدِرُوْا عَلَيْهِمْۚ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ
“kecuali orang-orang yang bertobat sebelum kamu dapat menangkapnya. Maka, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah[5]: 34)
Pendapat kedua: Hukuman potong tangan tidak gugur, jika dia bertaubat. Dan Allah akan menerima taubatnya. Hal ini berdasarkan beberapa hadits, di antaranya adalah hadits Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, “seseorang wanita pernah mencuri perhiasan, lalu orang-orang yang perhiasannya dicuri itu membawa wanita menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mereka berkata, “ya Rasulullah, wanita ini telah mencuri perhiasan kami. Beliau berkata, “potonglah tangan kanannya. Kemudian wanita itu bertanya, “Masihkah ada kesempatan bagiku untuk bertaubat?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, “Hari ini engkau terbebas dari dosamu, seperti hari engkau dilahirkan oleh ibumu. Maka turunlah ayat ini. (HR. Ahmad)
اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ يُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Tidakkah engkau tahu bahwa sesungguhnya milik Allahlah kerajaan langit dan bumi? Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah[5]: 40)
1. Hukuman potong tangan ini berhubungan dengan kekuasaan. Artinya tidak boleh setiap orang melaksanakan hukuman ini, kecuali seorang penguasa suatu wilayah atau negara. Oleh karenanya, sebagai penutup ayat tentang pencuriaan, Allah menjelaskan bahwa Dia-lah pemilik kekuasaan langit dan bumi. Menyiksa siapa yang dikehendakinya, dan mengampuni siapa yang dikehendakinya.
2. Firman-Nya,
يُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ
Dalam ayat ini, menyiksa didahulukan dari pada mengampuni, padahal biasanya pengampunan didahulukan dari pada siksa, karena Allah berfirman,
وَرَحْمَتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍۗ
“…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu”. (QS. Al-A’raf[7]: 156)
Firman Allah di dalam hadits Qudsi,
سَبَقَتْ رَحْمَتِى غَضَبِى
“Rahmat-Ku lebih mendahului murka-Ku”
Hal itu karena pemotongan tangan terhadap pencuri didahulukan pada ayat sebelumnya, kemudian disebut setelah itu orang yag bertaubat. Disini disebutkan siksa terlebih dahulu kemudian disebut setelahnya ampunan. Sehingga terjadi keserasian antara dua ayat.
Atau dikatakan bahwa orang yang mencuri dipotong tangannya terlebih dahulu, kemudian dia bertaubat.
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »