Karya Tulis
8644 Hits

Bab 4/6: Kekuatan Istighfar; Menolak Bala’ Dan Bencana.

Alangkah banyaknya bencana yang menimpa negara kita, dari banjir tsunami, gempa bumi, tanah longsor, semburan lumpur, jatuhnya pesawat, tenggelamnya kapal dan lain-lainnya. Bencana-bencana tersebut membuat kehidupan sebagian besar dari rakyat Indonesia menjadi tidak tenang. Banyak para ahli memberikan sumbangan pemikiran, tenaga dan ilmu mereka untuk mengatasi bencana-bencana tersebut.

Akan tetapi yang  sangat disayangkan, mereka lupa bahwa Allah-lah yang menetapkan bencana-bencana tersebut kepada bangsa Indonesia yang merupakan negara muslim terbesar di dunia, karena bangsa ini telah melupakan Allah dan ajaran-ajaran-Nya. Makanya, semestinya para pemegang tampuk kekuasaan di Indonesia  ini melakukan intropeksi ke dalam dan bersama-sama rakyat untuk kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, beristighfar memohon ampun atas segala dosa-dosa, niscaya Allah akan mengabulkan istighfar mereka dan menghentikan bala’ dan bencana tersebut.

Hal ini sesuai dengan firman Allah :

  وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”. ( Qs Al Anfal : 33 )

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu ketika menafsirkan ayat di atas :

          كان فيهم أمانان النبي صلى الله عليه وسلم والاستغفار فذهب النبي صلى الله عليه وسلم وبقي الاستغفار

          “ Dulu para sahabat mempunyai dua penolak bala’, yaitu keberadaan nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan istighfar, maka  ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam meninggal dunia, penolak bala’ itu tinggal satu, yaitu istihgfar.”

Maka sangat dianjurkan siapa saja yang mendapatkan bencana atau cobaan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, seperti sakit, atau tersesat di jalan atau terjebak dalam gua, atau diculik orang atau terkena semburan lumpur, atau tergenang banjir, atau tertimpa bangunan karena gempa dan lain-lainnya, agar segera bisitighfar kepada Allah mengakui dosa-dosanya dan memohon ampun Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

          Nabi Yunus ‘alaihi as-salam, telah memberikan contoh kepada kita, ketika beliau terjebak dalam perut ikan Paus, segera beristighfar dan memohon ampun atas dosa-dosanya, bahkan sebelumnya didahului dengan memperharui tauhid dan keimanan, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

  وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.”  ( Qs Al Anbiya’ : 87 )

          Nabi Yunus ‘alaihi as-salam telah melakukan kesalahan yaitu meninggalkan tugas dakwah, sehingga Allah Subhanahu Wa Ta'ala memperingatkan-nya dengan dimasukkan dalam perut ikan paus, dari situ nabi Yunus ‘alaihi as-salam sadar, bahwa bencana dan cobaan yang menimpanya, karena dia meninggalkan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam berdakwah kepada kaumnya, segeralah beliau memperbaharui keimanan dan mengakui kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya, akhirnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyelamatkannya dan berhasil keluar dari perut ikan Paus.

          Tanpa istighfar, tidak mungkin nabi Yunus ‘alaihi as-salam bisa keluar dari perut ikan Paus hingga hari kiamat, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

          فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنْ الْمُسَبِّحِين َلَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit”. ( Qs As Shoffat : 143-144 )

Para ulama menjelaskan bahwa do’a nabi Yunus ‘alaihi as-salam ini boleh dibaca di saat kita tertimpa musibah dan bencana, mudah-mudahan dengan doa tersebut Allah akan menolongnya sebagaimana sebelumnya telah menolong nabi Yunus ‘alaihi as-salam.

Berkata Syekh Abdurrahman as-Sa’di di dalam Taisir al-Karim ar-Rahman ( 1/529 ) :

“ Ayat ini merupakan janji dan berita gembira bagi setiap orang beriman yang tertimpa musibah dan kesulitan, sesungguhnya Allah akan menyelamatkannya dan mengangkat kesulitannya dan meringankan bebannya karena keimanannya kepada Allah, sebagaimana yang dilakukan terhadap nabi Yunus ‘alaihi as-salam.  “

Suatu ketika penulis pernah terjebak dalam arus banjir pada malam hari yang cukup gelap dan sepi. Mobil yang penulis naiki macet karena mesinnya kemasukan air. Beberapa kali mencoba untuk menghidupkan mesin tetapi tetap saja gagal, mau turun dari mobil tidak berani, karena air yang menggenang tinggi. Akhirnya penulis membaca doa nabi Yunus ‘alaihi as-salam di atas berkali-kali, dan Alhamdulillah ketika mencoba menghidupkan mesin mobil, akhirnya hidup dan bisa berjalan, dan mampu menyeberang banjir yang lumayan tinggi. Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. 

Kenapa masing-masing dari kita, ketika mendapatkan musibah selalu menyalahkan orang lain, dan tidak pernah intropeksi ke dalam diri kita sendiri dan mengatakan : ” Barangkali musibah yang menimpa kita ini akibat dosa dan maksiat yang penah kita kerjakan, maka jalan keluarnya adalah kita harus bertaubat dan beristighfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan sungguh-sungguh. ” .

Kenapa para tokoh bangsa kita, para pejabat yang memegang tampuk kekuasaan bangsa ini, ketika bangsa ini mendapatkan musibah bertubi-tubi, justru malah menyalahkan alam sekitar atau menyalahkan pihak-pihak tertentu, dan mengatakan :“ Bencana ini akibat letak negara kita yang rentan dengan gempa dan tsunami.”  Atau mengatakan : ” Ini akibat kesalahan tehnis, atau kurang adanya alat pendektesi, atau tidak ada biaya untuk mendatangkan alat yang canggih. ”,  dan alasan-alasan lainnya.

          Kenapa mereka tidak meniru nabi Yunus ‘alaihi as-salam untuk intropeksi pada diri mereka, bahwa bencana-bencana dan musibah-musibah yang menimpa bangsa ini, akibat penduduknya  yang jauh dari ajaran Islam, atau akibat para pejabatnya yang rusak, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

  وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (  Qs.   al-Isra’ : 16 )

Ayat di atas, secara gamblang menjelaskan bahwa salah satu penyebab hancur atau mundurnya atau morat-maritnya atau krisisnya sebuah bangsa dan negara adalah akibat ulah sebagian orang, khususnya yang memegang tampuk kekuasaan atau orang-orang yang hidupnya mewah.

Kalau kita perhatikan perpolitikan di dunia ini secara umum, dan di Indonesia secara khusus, memang yang sering berkuasa adalah orang-orang yang berduit, orang-orang yang hidupnya mewah, karena dengan uang yang dimilikinya, mereka bisa membeli kekuasaan, sungguh sangat tepat apa yang diungkapkan Allah dalam surat al-Isra’ di atas. Makanya, kalau kelompok manusia ini tidak mau bertaubat dan istighfar, maka sangat sulit bangsa Indonesia ini akan menjadi baik.

KARYA TULIS