Karya Tulis
751 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.2:143) Bab 77- Menjadi Umat Pertengahan


MENJADI UMAT PERTENGAHAN

 

 

                وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِۚ وَإِن كَانَتۡ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٞ رَّحِيم

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.”

( Qs. Al-Baqarah [ 2 ] : 143 )

 

1.      Pengertian Wasatha

 

1)     Tentang Umat Pertengahan, penulis sudah menyiapkan buku  khusus yang berhubungan dengan masalah ini dengan judul “ Menjadi Umat Pertengahan,”  tetapi Qadarullah buku tersebut belum sempat di selesaikan karena beberapa hal. Semoga Allah memberikan kemudahan dan taufik-Nya agar bisa menyelesaikannya,  Aamiin .

 

2)     Namun sebagian kecil kriteria tentang Umat Pertengahan pernah penulis sampaikan dalam buku “ Mengenal Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,” silakan dirujuk dalam buku tersebut. Bersikap pertengahan dalam segala hal adalah salah satu sifat Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

 

3)     Adapun makna Wasatha adalah Pertengahan  dari sesuatu, kemudian kata ini dipakai untuk menyebut segala sifat yang terpuji. Karena sifat terpuji biasanya berada pada titik tengah yang berada pada sifat tidak terpuji antara titik berlebihan dan titik keteledoran atau kekurangan .

4)     Sebagian Ulama seperti Al-Qurthubi menjelaskan bahwa arti “Wasathan”  adalah adil ini berdasarkan Hadist Abu Said Al-khudri Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menafsirkan ayat “ Dan demikianlah kami telah menjadikan kalian umat yang  pertengahan,”  beliau menafsirkan “Umat yang adil”  ( HR. At-Tirmidzi ) beliau mengatakan Hadist ini hasan shahih.

 

Hal ini dikuatkan dengan firman-Nya,

قَالَ اَوْسَطُهُمْ اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُوْنَ

“Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu).”

 ( Qs. al-Qalam [ 68 ] : 28 )

 

5)     Umat Islam dikatakan umat wasatha juga karena berada diantara Kaum Yahudi dan Nasrani.

a)     Kaum Yahudi berlebihan dalam memuja materi, sedangkan kaum Nasrani berlebihan di dalam spiritual. Sedangkan umat Islam menggabung antara keduanya.

b)     Kaum Yahudi mempunyai banyak ilmu dan pengetahuan tetapi tidak diamalkan sedangkan kaum Nasrani semangat mengamalkan ajaran agama tetapi tidak dibekali dengan ilmu. Sehingga Kaum Yahaudi di murkai Allah dan Kaum Nasrani menjadi sesat. Sedangkan Umat Islam menggabung antara ilmu dan amal, sehingga mendapatkan petunjuk untuk berjalan diatas jalan yang lurus.

  1. c)      Kaum Yahudi terjerumus dalam syahwat, sehingga berbuat maksiat dan meremehkan ajaran agama. Sedangkan Kaum Nasrani terjerumus dalam kesalahan berfikir ( Syubhat ), sehingga banyak mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, menjauhkan diri dari dunia. Adapun umat Islam berada  pada pertengahan, mereka mengambil bagian dari dunia secukupnya dan sewajarnya tetapi juga tidak mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Selamat dari dua penyakit, penyakit syahwat dan penyakit syubhat.   

 

2.      Sebagai Saksi

 

Karena kebaikan dan keadilan Umat Islam dalam beragama, Allah jadikan mereka sebagai saksi bagi umat-umat yang lain. Ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ,

 

وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هٰذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِۖ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاعْتَصِمُوْا بِاللّٰهِ ۗهُوَ مَوْلٰىكُمْۚ فَنِعْمَ الْمَوْلٰى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ ࣖ

 

“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah salat; tunaikanlah zakat, dan berpegangteguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. “ ( Qs. Al-Hajj [ 22 ] : 78 )

 

Ayat diatas mengandung dua hal :

 

yang pertama bahwa Agama Islam adalah agama yang sempurna, tidak ada kecacatan di dalamnya.

Yang kedua oleh karenanya, Allah menjadikan umat Islam sebagai saksi bagi umat-umat yang lain .

Ini dikuatkan dengan Hadist Abu Said Al-khudri bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda dalam Hadist yang panjang tentang Nabi Nuh Alaihi as Salam , kemudian beliau bersabda,

 

الوسط العدل فتدعون فتشهدون له بالبلاغ ثم اشهد عليكم

 

“Al wasath berarti adil. Lalu kalian di seru dan diminta untuk memberi kesaksian bagi Nuh (bahwa) beliau telah menyampaikan risalah. Dan akupun memberikan kesaksian atas diri kalian.”

( HR. Al-Bukhari)

 

Urutan persaksian dalam Hadist diatas  mirip dengan urutan persaksian dalam ayat 143 surat Al-Baqarah yaitu :

a)        Persaksian umat Islam kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad bahwa mereka telah menyampaikan risalah kepada umatnya.

b)        kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersaksi bahwa Umat Islam itu benar adanya.

 

Pesaksian inilah yang dimaksud dalam firman-Nya,

 

فَكَيْفَ اِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ اُمَّةٍۢ بِشَهِيْدٍ وَّجِئْنَا بِكَ عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ شَهِيْدًاۗ

 

Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka.”

(Qs. an-Nisa [ 4 ] : 41)

 

Untuk persaksian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada umatnya ada beberapa penafsiran :

a)     Rasulullah memberikan persaksian kepada amalan kalian pada hari kiamat.

b)     Rasulullah memberikan persaksian bahwa kalian adalah umat yang telah beriman dan adil serta sebaik-baik umat.

c)      Rasulullah memberikan kesaksian bahwa beliau telah menyampaikan risalah kepada kalian.

 

3.      Pemindahan Kiblat Sebagai Ujian

 

1)     Pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah adalah ujian keimanan bagi orang-orang Islam. Agar Allah mengetahui ( di mata manusia ) siapa diantara orang -orang Islam yang tetap istiqomah mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan barang  siapa diantara mereka yang berbaik menjadi murtad dari Islam atau menjadi orang munafik.

 

Makna lahiriyah dari ayat diatas “ kami tidak menjadikan kiblat ( yang dahulu )  kamu berkiblat kepadanya .”

Maksudnya adalah kiblat pertama yaitu Baitul Maqdis, bukan Ka’bah.

 

2)     Pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah juga  sesuatu yang sangat berat bagi orang-orang yang sudah biasa shalat menghadap Baitul Maqdis. Sebab manusia biasanya akrab dengan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaannya. Kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan digerakkan hatinya sehingga terasa ringan dengan adanya peristiwa pemindahan kiblat itu.

 

            Ini menunjukkan  bahwa sebagian perintah Allah dalam Al-Quran  maupun As-Sunnah terdapat hal-hal yamg secara lahir terasa berat bagi setiap sebagian umat Islam. Seperti pemindahan kiblat, berjihad dijalan Allah, haji, shalat berjama’ah, zakat dan lain-lain. Tetapi perintah-perintah tersebut membawa maslahat bagi umat Islam itu sendiri. maka tidak ada jawaban bagi orang beriman terhadap perintah tersebut kecuali mendengar dan taat. Ini sebagaimana firman Allah  Subhanahu wa Ta’ala.

 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ

 

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata” ( Qs. al-Ahzab [ 33 ] : 36 )

 

4.      Allah Tidak Menyia-nyiakan Amal

 

1)     Kemudian Allah  Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ

 

“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] :143 )

 

Para Ulama sepakat bahwa ayat diatas turun berkenaan dengan orang-orang Islam yang meninggal  dunia, padahal dulu mereka mengerjakan shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis.

Ayat ini juga sebagai jawaban atas pertanyaan sahabat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam “Ya Rasulullah bagaimana dengan orang-orang yang sudah meninggal , sementara dulu mengerjakan shalatnya dengan menghadap ke Baitul Maqdis ?” maka turunlah ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. ( HR. At-Tirmidzi ) Hadist ini hasan shahih.

 

2)     Ayat diatas juga menunjukkan bahwa shalat itu bagian dari Iman, karena yang dimaksud bahwa Allah tidak menyia-nyiakan iman kalian, yaitu tidak menyia- nyiakan shalat kalian.

Ini juga berarti bahwa iman itu bukan hanya sekedar keyakinan dalam hati, tetapi juga berupa amal yang dikerjakan oleh anggota badan.

3)     inilah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, yaitu tidak menyia-nyiakan suatu amalpun yang dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

Bisa juga diartkan bahwa pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah adalah bentuk kasih sayang Allah kepada umat Islam

 

Wallahu A’lam

****

 

Jakarta, Sabtu 22 Januari 2022

KARYA TULIS