Karya Tulis
612 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 2: 243-245) Bab ke-114 Lari dari Kematian


Lari dari Kematian.

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ اُلُوْفٌ حَذَرَ الْمَوْتِۖ فَقَالَ لَهُمُ اللّٰهُ مُوْتُوْا ۗ ثُمَّ اَحْيَاهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَذُوْ فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُوْنَ

“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halamannya, sedang jumlahnya ribuan karena takut mati? Lalu Allah berfirman kepada mereka, “Matilah kamu!” Kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah memberikan karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2]: 243)

1.      Lari dari kematian.

 

1)      Pada ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan hukum terkait shalat, yang merupakan hukum pribadi dan hukum yang  terkait pernikahan, perceraian yang merupakan ibadah di dalam hubungan antara anggota keluarga. Maka pada ayat ini dan seterusnya Allah menjelaskan hukum terkait jihad yang merupakan ibadah sosial yang menjaga sebuah keamanan sebuah negara dan bangsa.  Sehingga terjadilah hubungan pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara.

2)      Ayat ini berbicara tentang orang-orang  Bani Israil yang banyak jumlahnya, mereka meninggalkan kampung halaman mereka karena takut menghadapi musuh, padahal jumlah mereka sangat banyak. Mereka mengira bahwa dengan larinya dari kampung halaman, mereka akan selamat dari kematian. Tapi justru Allah mematikan mereka.

3)      Firman-Nya, (  وَهُمْ اُلُوْفٌ  )

“ mereka jumlahnya ribuan,”

Para ahli tafsir berbeda pendapat dalam menentukan jumlah mereka, sebagian menyatakan  mereka berjumlah 600 ribu, ada yang menyataka 80 ribu, 40 ribu atau 30 ribu. al-Qurthubi berkata, “ yang benar jumlah mereka lebih dari 10 ribu orang.”

 

            Dimana mereka tinggal? Sebagian menyatakan mereka tinggal di sebuah desa yng bernama Dawaran dekat Wasith Negri Irak.

 

4)      Firman -Nya, (  حَذَرَ الْمَوْتِ )

“ mereka lari dari kematian.”

Para ulama berbeda pendapat penyebab mereka keluar dari kampung halaman mereka:

a)      Karena takut menghadap musuh yang akan menyerang mereka.

b)      Karena takut wbah yang menular.

c)      Karena raja mereka menyuruh mereka berjihad.

al-Qurthubi berkata, “dari pendapat pendapat diatas, pendapat yang paling shahih dan paling masyhur bahwa mereka lari dari wabah.”

Tetapi kalau dilihat dari urutan dan pengelompokkan ayat-ayat sesudahnya, maka pendapat yang menyatakan bahwa mereka lari dari jihad dan takut dari musuh, juga bisa dibenarkan.

2.      Allah yang mematikan dan yang menghidupkan.

Sebagaimana dalam firman-Nya,

فَقَالَ لَهُمُ اللّٰهُ مُوْتُوْا ۗ ثُمَّ اَحْيَاهُمْ

“Lalu Allah berfirman kepada mereka, “Matilah kamu!” Kemudian Allah menghidupkan mereka.”

1)      Ketika mereka keluar dari kampung halaman untuk menghindari kematian, justru Allah mematikan mereka. Sebagaian mengatakan bahwa mereka ditangkap musuh, dibantai dan sebagian besarnya dicerai beraikan. Sebagian mengatakan Allah mencabut nyawa mereka tanpa perang.

2)      Kemudian Allah menghidupkan mereka karena doa seorang nabi yang bernama Ezekiel agar mereka bertaubat dan menyembah Allah. Akhirnya mereka menyadari kekeliruan mereka, kemudian menyatukan barisan untuk memerangi musuh dan mengembalikan kemuliaan mereka lagi.

 

3)      Sebagian mengatakan Allah mematikan mereka selama delapan hari, kemudian mereka kembali agar mereka menyakini bahwa tidak ada satupun yang menyelamatkan mereka dari kematian.

Ini sesuai firman-Nya,

قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. Al-Jumuah [ 62 ] : 8)

Ini juga di kuatkan dengan firman-Nya,

اَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

“Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, “Ini dari sisi Allah,” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, “Ini dari engkau (Muham-mad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?” ( QS. An-Nisa [ 4 ] : 78 )

4)      Mujahid mengatakan bahwa Allah menghidupkan mereka kembali dalam keadaan hidup yang  tidak normal. Ketika mereka kembali kepada kaumnya, mereka mengetahui bahwa mereka pernah mati. Bahkan tidak seorangpun memakai pakaian kecuali akan terlihat kafan putih sampai Allah mengambil nyawa mereka sesuai yang telah ditentukan. Berkata Ibnu Abbas, “bau mayit sampai sekarang masih dirasakan pada keturunan mereka yang masih hidup.”

 

5)      Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَذُوْ فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ

Maksudnya “Allah memberi karunia kepada manusia” dengan memperlihatkan bukti bukti kekuasaan-Nya yang sangat jelas, yaitu menghidupkan orang yng sudah mati. Tujuannya agar mereka bertaubat dari dosa-dosa mereka ( melarikan diri dari berjihad ) dan kembali kepada jalan-Nya.

 

3.      Berjihad di jalan-Nya

 

وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Dan berperanglah kamu di jalan Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 244 )

1)      Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah berperang di jalan Allah pada ayat diatas ditujukan kepada sekelompok Bani Israil yang dimatikan dihidupkan lagi oleh Allah. Artinya setelah dihidupkan, mereka diperintahkan untuk berjihad di jalan Allah.

2)      Berkata Ibnu Katsir “ Maksudnya, sebagaimana tindakkan menghindarkan diri dari taqdir sama sekali tidak bermanfaat. Demikian juga halnya tindakan  melarikan diri dan menghindarkan dari jihad sama sekali tidak mendekatkan atau menjauhkan agar kematian yang telah ditetapkan dan rizki yang sudah digariskan, bahkan hal itu merupakan ketentuan yang tidak ditambah ataupun dikurangi.

Sebagaimana dalam firman-Nya,

اَلَّذِيْنَ قَالُوْا لِاِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوْا لَوْ اَطَاعُوْنَا مَا قُتِلُوْا ۗ قُلْ فَادْرَءُوْا عَنْ اَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

 

“(Mereka itu adalah) orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang, “Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh.” Katakanlah, “Cegahlah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang yang benar.” (QS. Ali-Imran [ 3 ] : 168)

 

4.      Pinjaman Allah yang baik

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

“Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 245 )

1)      Pada ayat sebelumnya, Allah memerintahkan untuk berjihad di jalan-Nya, dan hal itu tidak akan sempurna pelaksanaannya tanpa ada dana. Oleh karenanya pada ayat ini  Allah memerintahkan untuk berinfaq  di jalan-Nya. Perintah berinfaq disini juga ditujukan kepada para mujahid itu sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh Ustman bin Affan dalam perang  Tabuk.

2)      Diriwayatkan dari Abdullan bin Mas’ud, dia berkata, ketika turun ayat “ siapakah yang mau meberi pinjaman kepada Allah , pinjaman yang baik ( menafkahkan hartanya di jalan Allah ),” Abu Darda Al-Anshari berkata, “ wahai Rasulullah benarkah Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin kami memberi pinjamam?” Beliau menjawab, “ benar, wahai Abu Darda.” Ia berkata, “ perlihatkan tangan anda kepada saya wahai Rasulullah!” setelah itu beliau mengulurkan tangannya, Abu Darda berkata, “ saya pinjamkan kebun saya kepada Tuhan saya.”  Di kebun itu ia punya enam ratus pohon kurma, dan disitu pula istri dan anak anaknya tinggal. Abu Darda lantas mendatangi kebun itu dan berseru. “ hai Ummu Ad-Dahdah, keluarlah dari kebun ini sebab aku sudah meminjamkannnya kepada Allah.”

3)      Ibnu Al-Araby menyebutkan bahwa ketika ayat ini turun, manusia terbagi menjadi tiga kelompok .

Pertama, mereka yang mengatakan Tuhan Muhammad miskin, membutuhkan bantuan kita, sedangkan kita adalah orang orang kaya. Maka Allah balas dengan firman-Nya,

لَقَدْ سَمِعَ اللّٰهُ قَوْلَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ فَقِيْرٌ وَّنَحْنُ اَغْنِيَاۤءُ ۘ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوْا وَقَتْلَهُمُ الْاَنْۢبِيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۙ وَّنَقُوْلُ ذُوْقُوْا عَذَابَ الْحَرِيْقِ

 

“Sungguh, Allah telah mendengar perkataan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami kaya.” Kami akan mencatat perkataan mereka dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa hak (alasan yang benar), dan Kami akan mengatakan (kepada mereka), “Rasakanlah olehmu azab yang membakar!” (QS. Ali-Imran [3]: 181 )

Kedua, mereka yang bakhil dan kikir tidak mau berinfak sama sekali dan tidak memberikan kontribusi sedikitpun untuk perjuangan di jalan Allah.

Ketiga, mereka yang bersegera menyambut panggilan Allah dengan menginfakkan harta yang dimilikinya di jalan Allah. Seperti yang di lakukan Abu Darda.

4)      Firman-Nya,

قَرْضًا حَسَنًا

“ pinjaman yang baik.”

a)      Al-Qordhan artinya adalah memotong pinjaman disebut al-Qordhu karena pemilik harta memotong bagian dari hartanya untuk dipinjamkan kepada orang lain.

b)      Allah memberikan motivasi kepada para hamba-Nya agar mau meminjamkan sebagian harta mereka kepada Allah, padahal Allah Maha Kaya dan milik Nya semua yang ada di langit dan bumi. Tujuannya adalah memudahkan pemahaman bagi masyarakat umum, bahwa meminjamkan itu akan mendapat pahala atau ganti yang lebih baik.

c)      Cara penyampaian pada ayat ini mirip dengan yang terdapat di dalam hadist Qudsi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

عَنْ ابِى هُريْرَةَ ، قَألَ : قَالَ رَسُولُ الله ( صلى الله عليه وسلم ) : ” إِن الله – عَزَّ وَجَلَّ – يَقُولُ يَوْمَ القِيَامَة : يَا بْنَ ادمَ ، مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى. قَألَ : يَارَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَب العالَمِينَ ؟ قَالَ : َ امَا عَلمْتَ أَنَّ عَبْدى فُلألا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، امَا عَلمْتَ انَكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْ  تَنِى عنْدَهُ ؟ يَا بْنَ آَدَمَ ، اسْتَطَعًمْتُكَ فَلَمْ تُطعمْنِى. قَألَ : يَارَب ، وَكَيْفَ أُطعمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَالمنَ ؟ قَألَ : أمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطعَمَكً عَبْدى فُلاَنو فَلَمْ تُطعِمْهُ ، أَمَاَ عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطعَمتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلكَ عنْدى ؟ يَا بْنَ اَدمَ ، اسْتًسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِى .

قَالَ : يَارَبِّ ، كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ العالَمَيَنَ ؟ قَالَ :اسْتَسْقَاكَ عبْدِى فُلاَنو فَلَمْ تَسْقِ! أَمَاْ إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى لما.

 

 

Dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam  Bersabda dalam hadis qudsi, “Sesungguhnya Allah (dalam hadits Qudsi) berfirman: “Hai Anak Cucu Adam, Aku sakit tetapi kamu tidak menjenguk-Ku”. Lalu berkata (Anak Cucu Adam): “Ya Rab, bagaimana aku menjenguk Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?”

 

Allah menjawab: “Apakah engkau tidak mengetahui, sesungguhnya ada hamba-Ku Fulan sedang sakit tetapi engkau tidak menjenguknya, tidakkah engkau tahu sesungguhnya ketika engkau menjenguknya Aku pun berada di sisinya”. (Kemudian Allah kembali berfirman)

“hai anak cucu Adam, Aku kelaparan tetapi engkau tidak memberi-Ku makan”. Menjawab (Anak cucu Adam): “Ya Rab, bagaimana aku memberi-Mu makan sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?”

 

Allah menjawab: “Apakah engkau tidak mengetahui sesungguhnya kelaparan hamba-Ku si Fulan tetapi engkau tidak memberinya makan, tidakkah engkau tahu sesungguhnya ketika engkau memberinya makan di sana juga aka Aku”. (lalu Allah berfirman) Hai anak cucu Adam, Aku haus tetapi engkau tidak memberi-Ku minum”.

 

Menjawab (Anak Cucu Adam): “Ya Rab, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah menjawab: “Engkau (tahu) hamba-Ku meminta minum kepadamu tetapi tidak engkau berikan kepadanya, tidakkah engkau tahu ketika engkau memberinya minum di sana pun ada Aku”. ( Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ibn Hibban dan al-Baihaqi).

 

****

 

Jakarta, Sabtu 12 Februari 2022.

KARYA TULIS