Karya Tulis
148 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4:136-139) Bab 256 Berulang Kali Murtad


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلٰى رَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Nabi Muhammad), Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang Dia turunkan sebelumnya. Siapa yang kufur kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari Akhir sungguh dia telah tersesat sangat jauh.”

(Qs. an-Nisa’: 136)

 

Pelajaran (1) Rukun Iman

Para ulama berbeda pendapat kepada siapa ayat ini ditujukan.

(1) Ditujukan kepada orang-orang yang baru masuk Islam dan keimanan mereka masih belum kuat.

(2) Ditujukan kepada orang-orang munafik yang sangat lemah keimanan mereka. Ayat selanjutnya akan menyinggun sedikit tentang orang-orang munafik. Konteks dan urutan ayat menguatkan pendapat ini.

(3) Ditujukan kepada orang-orang beriman untuk tetap mempertahankan keimanan mereka, memperbaruinya, dan menguatkannya. Karena iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

(4)  Ayat ini sebagai dalil adanya rukun iman. Hanya saja yang disebut ayat hanya lima rukun saja, yaitu:

(a) Iman kepada Allah.

(b) Iman kepada para Malaikat-Nya.

(c) Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.

(d) Iman kepada para Rasul-Nya.

(e) Iman kepada Hari Akhir.

Dalam ayat ini tidak disebutkan iman kepada qadha’ dan qadar, tetapi disebutkan di dalam hadits. Iman kepada qadha’ dan qadar masuk ke dalam kategori beriman kepada Allah. Karena qadha’ dan qadar adalah ketetapan Allah terhadap makhluk-makhluk-Nya di muka bumi ini sampai hari kiamat.

 

Pelajaran (2) Berulang Kali Murtad

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا ثُمَّ اٰمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا ثُمَّ ازْدَادُوْا كُفْرًا لَّمْ يَكُنِ اللّٰهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيْلًاۗ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, lalu kufur, kemudian beriman (lagi), kemudian kufur (lagi), lalu bertambah kekufurannya, Allah tidak akan mengampuninya dan tidak (pula) menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus).” (Qs. an-Nisa’: 137)

Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud dalam ayat ini:

(1) Mereka adalah orang-orang yang berulang kali murtad dari Islam, kemudian berakhir dalam kekafiran.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada iman di dalam hati mereka dan sebenarnya mereka itu masih dalam kekafiran. Maka Allah tidak mengampuni mereka dan tidak memberikan hidayah kepada mereka, apalagi mereka mati dalam keadaan kafir.

Hal ini sesuai dengan firman Allah ﷻ,

وَمَن یَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِینِهِۦ فَیَمُتۡ وَهُوَ كَافِرࣱ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَـٰلُهُمۡ فِی ٱلدُّنۡیَا وَٱلۡـَٔاخِرَةِۖ وَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِیهَا خَـٰلِدُونَ

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah: 217)

(2) Mereka adalah para Ahlul Kitab yang beriman kepada Nabi Musa, kemudian kafir kepada ‘Uzair. Kemudian beriman kepada ‘Uzair, kemudian kafir kepada Nabi Isa. Kemudian semakin bertambah kekafiran mereka kepada Nabi Muhammad ﷺ.

(3) Mereka adalah golongan orang-orang Yahudi yang menampakkan keislamannya, kemudian murtad dari Islam dan kembali kepada agama Yahudi untuk membuat keragu-rahuan terhadap umat Islam.

Pada zaman sekarang hal itu terjadi lagi. Ada seorang Nasrani yang berpura-pura masuk Islam dan menjadi seorang ustadz, kemudian murtad dari Islam dan kembali ke agama lamanya dengan tujuan untuk melemahkan keyakinan umat Islam.

Ini sesuai dengan firman Allah ﷻ,

وَقَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ ءَامِنُواْ بِٱلَّذِيٓ أُنزِلَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَجۡهَ ٱلنَّهَارِ وَٱكۡفُرُوٓاْ ءَاخِرَهُۥ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ

“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran).” (Qs. Ali ‘Imran: 72)

(4) Mereka adalah orang-orang munafik. Keimanan pertama adalah mereka menampakkan keislaman mereka. Kekafiran mereka setelah itu adalah kafir di dalam hati mereka. Kemudian mereka beriman kedua kalinya, yaitu ketika bertemu dengan orang-orang Islam sambil menyatakan: “Kami telah beriman.” Dan mereka kembali kepada kekafiran untuk kedua kalinya ketika bertemu dengan golongan mereka, sesama kaum munafik sambil berkata: “Kami bersama kalian.” Kemudian bertambah kekafiran mereka ketika membuat rencana makar untuk menghancurkan Islam dari dalam.

 

Pelajaran (3) Ampunan dan Hidayah

لَّمْ يَكُنِ اللّٰهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيْلًاۗ

“Allah tidak akan mengampuninya dan tidak (pula) menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus).”

(1) Allah tidak mengampuni mereka karena dua hal, yaitu:

(a) Mereka memang tidak beriman. Seandainya mereka menampakkan keimanannya, itu hanya strategi dan tipu daya untuk mengelabui umat Islam. Tetapi di dalam hati mereka dipenuhi kekafiran. Dalilnya sebagai berikut:

  • Firman Allah ﷻ,

ٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ أَوۡ لَا تَسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ إِن تَسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ سَبۡعِينَ مَرَّةٗ فَلَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَهُمۡۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ

“Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (Qs. at-Taubah: 80)

  • Firman Allah ﷻ,

سَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ أَسۡتَغۡفَرۡتَ لَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تَسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ لَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ

“Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Qs. al-Munafiqun: 6)

(b) Mereka mati dalam keadaan kafir, dalilnya adalah firman Allah ﷻ,

وَمَن یَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِینِهِۦ فَیَمُتۡ وَهُوَ كَافِرࣱ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَـٰلُهُمۡ فِی ٱلدُّنۡیَا وَٱلۡـَٔاخِرَةِۖ وَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِیهَا خَـٰلِدُونَ

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah: 217)

(2) Yang dimaksud “al-hidayah” di sini adalah hidayah taufik, yaitu hidayah untuk digerakkan hatinya agar beriman kepada Allah. Tidak ada yang bisa memberikan hidayah ini kecuali Allah ﷻ, sebagaimana di dalam firman-Nya,

إِنَّكَ لَا تَهۡدِي مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهۡدِي مَن يَشَآءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Qs. al-Qashash: 56)

 

Pelajaran (4) Mereka Orang-orang Munafik

بَشِّرِ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ بِأَنَّ لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمًا

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih.” (Qs. an-Nisa’: 138)

(1) Ayat sebelumnya menyebutkan beberapa ciri orang-orang munafik, tanpa menyebutkan bahwa mereka itu munafik. Pada ayat ini Allah langsung menyebutkan secara gambling bahwa mereka adalah orang-orang munafik.

(2) Kata (بَشِّرِ) artinya “berikan kabar gembira”. Kata ini termabil dari (البشرة) yang artinya kulit, karena seseorang yang mendapatkan kabar gembira akan Nampak perubahan pada raut muka dan kulitnya.

Disebutkan di sini dengan ‘kabar gembira’ padahal isinya adalah ancaman dengan siksa pedih. Hal ini bertujuan untuk mengejek mereka.

 

Pelajaran (5) Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin

ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ أَيَبۡتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلۡعِزَّةَ فَإِنَّ ٱلۡعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا

“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (Qs. an-Nisa’: 139)

(1) Ayat ini menunjukkan bahwa salah satu ciri orang munafik adalah mengangkat orang kafir menjadi pemimpinnya, teman dekat dan walinya. Padahal banyak dari orang-orang beriman yang lebih berhak untuk dijadikan pemimpin, teman dekat dan wali baginya.

(2) Berkata al-Qurthuni, “Ayat ini sebagai dalil bahwa orang beriman melakukan maksiat masih dikategorikan beriman, bukan termasuk golongan orang munafik. Karena dia tidak menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, teman dekat dan walinya.”

(3) Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, seorang laki-laki musyrik menyusul Nabi ﷺ untuk ikut berperang bersama beliau. Kemudian beliau bersabda,

إِرْجِعْ فَإِنَّا لَا نَسْتَعِينُ بِمُشْرِكٍ

“Pulanglah, karena kami tidak meminta bantuan dari orang musyrik.”

 

Pelajaran (6) Mencari Kemuliaan

أَيَبۡتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلۡعِزَّةَ فَإِنَّ ٱلۡعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا

“Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan.”

(1) Orang-orang munafik ketika menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, teman dekat dan wali, mereka bertujuan untuk mendapatkan kemuliaan dan kemenangan di sisi mereka. Padahal kemuliaan dan kemenangan itu milik Allah semuanya.

(2) Kata (ٱلۡعِزَّةَ) mengandung tiga makna, yaitu:

(a) Mempunyai peran yang sangat penting dan sangat sulit mencari tandingannya.

(b) Sangat dibutuhkan.

(c) Sulit didapatkan atau disentuh.

Allah memiliki al-‘Izzah karena Allah tidak ada tandingan-Nya, mempunyai peran tunggal dalam mencipatakan langit dan bumi, sangat dibutuhkan oleh makhluk-makhluk-Nya, serta sulit (tidak dapat) dijangkau oleh pikiran manusia. Ini sesuai dengan firman Allah ﷻ,

لَّا تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَهُوَ يُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَٰرَۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-An’am: 103)

(3) Ayat ini (Qs. an-Nisa’: 134) dikuatkan oleh firman Allah ﷻ,

يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعۡنَآ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ لَيُخۡرِجَنَّ ٱلۡأَعَزُّ مِنۡهَا ٱلۡأَذَلَّۚ وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ لَا يَعۡلَمُونَ

“Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (Qs. al-Munafiqun: 8)

Di dalam ayat (Qs. an-Nisa’: 143) disebutkan bahwa al-‘Izzah hanya milik Allah saja. Tetapi di dalam ayat (Qs. al-Munafiqun: 8) disebutkan bahwa al-‘Izzah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman. Kedua ayat ini tidak bertentangan, karena al-‘Izzah yang dimiliki Rasul-Nya dan orang-orang beriman adalah pemberian dari Allah. Pada akhirnya bahwa al-‘Izzah hanya milik Allah. Ini sesuai dengan firman Allah ﷻ,

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلۡمُلۡكِ تُؤۡتِي ٱلۡمُلۡكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلۡمُلۡكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُۖ بِيَدِكَ ٱلۡخَيۡرُۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ

“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali ‘Imran: 26)

 

***

            Jakarta, Kamis, 19 Mei 2022

KARYA TULIS