Karya Tulis
114 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 141) Bab 258 Menguasai Umat Islam


ٱلَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمۡ فَإِن كَانَ لَكُمۡ فَتۡحٞ مِّنَ ٱللَّهِ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡ وَإِن كَانَ لِلۡكَٰفِرِينَ نَصِيبٞ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَسۡتَحۡوِذۡ عَلَيۡكُمۡ وَنَمۡنَعۡكُم مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا

“(Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”

(Qs. an-Nisa’: 141)

 

            Pelajaran (1) Menunggu Siapa yang Menang

   (1) Pada ayat lalu telah dijelaskan bahwa salah satu sifat orang munafik adalah selalu berkumpul dengan orang-orang kafir, walaupun mereka mengolok-olok ayat-ayat al-Qur’an. Orang-orang munafik tidak berani menegur perbuatan orang-orang kafir, bahkan tetap duduk bersama mereka, ridha denga napa yang mereka perbuat.

Pada ayat ini, Allah menjelaskan sifat lainnya dari orang munafik, yaitu: plin plan dalam bersikap, dan berpihak pada kelompok yang menguntungkan mereka di dunia. Jika orang-orang beriman mendapatkan kemenangan, mereka akan bergabung dengannya. Tetapi jika orang-orang beriman mengalami kekalahan, sedangkan orang-orang kafir mendapatkan kemenangan, maka orang-orang munafik akan berpihak kepada orang-orang kafir yang mendapatkan kemenangan.

(2) Firman-Nya,

ٱلَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمۡ فَإِن كَانَ لَكُمۡ فَتۡحٞ مِّنَ ٱللَّهِ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡ

“(Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?"”

(a) Jika kemenangan di pihak kaum muslimin, maka orang-orang munafik akan berkata, “Bukankah kami ikut berperang bersama kalian?” Maksudnya mereka ingin meminta bagian dari harta rampasan perang.

(b) Sebagian ulama mengatakan ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang munafik ikut berperang bersama Rasulullah ﷺ atau mereka merasa ikut membantu kum muslimin dengan memberikan kabar tentang orang-orang kafir.

(c) Ayat di atas juga menunjukkan bahwa orang-orang munafik tidak mendapatkan bagian dari ghanimah (harta rampasan perang). Oleh karena itu mereka memintanya.

(3) Kata (يَتَرَبَّصُونَ) dari kata (التَّرَبُصُ) berarti ‘menunggu-nunggu datangnya suatu peristiwa’.

(a) Kata (فَتْحٌ) artinya ‘pembukaan’, maksudnya di sini adalah kemenangan dalam perang, seperti kemenangan terhadap orang-orang kafir Quraisy Mekkah disebut Fathu Makkah (Pembukaan Kota Mekkah). Allah berfirman,

اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.” (Qs. an-Nashr: 1)

(b) Di dalam al-Qur’an terdapat surat ke-48, yaitu surat al-Fath (Surat Pembukaan Kota Mekkah) berisi tentang peristiwa yang terjadi sebelum pembukaan Mekkah dan berita gembira tentang hal itu.

(4) Jika yang mendapatkan kemenangan adalah orang-orang beriman, diungkap dengan kata (فَتْحٌ). Tetapi jika yang mendapatkan kemenangan adalah orang-orang kafir diungkap dengan kata (نَصِيبٌ) yang artinya mendapatkan jatah.

Hal itu menunjukkan kemuliaan kaum muslimin dan rendahnya kaum kafirin. Karena “pembukaan” mengisyaratkan dua hal:

(a) Setelah pembukaan ini aka nada kemenangan-kemenangan selanjutnya, dan kemenangan itu bersifat permanen, sebagaimana dalam peristiwa Fathu Makkah merupakan kemenangan permanen sejak dibukanya Kota Mekkah oleh kaum muslimin. Hingga hari ini kota suci tersebut masih dalam kekuasaan kaum muslimin padahal sudah berlalu hampir 15 abad lamanya.

Berbeda jika yang mendapatkan kemenangan adalah orang-orang kafir, kemenangan mereka bersifat sementara dan tidak langgeng serta tidak membekas di masyarakat. Oleh karenanya, kemenangan mereka diungkapkan dengan kata (نَصِيبٌ) “mendapatkan bagian atau jatah”.

(b) “Pembukaan” mengisyaratkan bahwa di dalam perang kaum muslimin tidak banyak menumpahkan darah. Di dalam peristiwa Fathu Makkah hanya beberapa yang terbunuh, selain itu penduduk Mekkah dibeirkan perlindungan keamanan oleh Rasulullah ﷺ.

Sebaliknya jika orang-orang kafir yang mendapatkan kemenangan biasanya mereka banyak menumpahkan darah kaum muslimin, maka kemenangan mereka disebut pembantaian.

 

Pelajaran (2) Dua Alasan Orang Munafik

(1) Firman-Nya,

وَإِن كَانَ لِلۡكَٰفِرِينَ نَصِيبٞ قَالُوٓاْ أَلَمۡ نَسۡتَحۡوِذۡ عَلَيۡكُمۡ وَنَمۡنَعۡكُم مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ

“Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?"”

Jika kemenangan berada di pihak orang-orang kafir, orang-orang munafik akan berkata dua hal kepada mereka:

Pertama: “Bukankah kami mampu menguasai kalian?”

Kata (نَسۡتَحۡوِذۡ) berasal dari kata (الاِسْتِحْوَاذُ) yang berarti kemenangan atau penguasaan. Ini seperti dalam firman Allah ﷻ,

اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطٰنُ فَاَنْسٰىهُمْ ذِكْرَ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ الشَّيْطٰنِۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ الشَّيْطٰنِ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ

“Syetan telah menguasai mereka, lalu menjadikannya lupa mengingat Allah. Mereka itulah golongan syetan. Ketahuilah sesungguhnya golongan syetan itulah orang-orang yang rugi.” (Qs. al-Mujadilah: 19)

Maksudnya orang-orang munafik mengatakan kepada orang-orang kafir bahwa kemenangan mereka terhadap kaum muslimin ini berkat bantuan orang-orang munafik yang telah berkhianat terhadap kaum muslimin dan membocorkan rahasia kaum muslimin kepada orang-orang kafir.

Kedua: “Bukankah kami membela kalian dari kaum muslimin?”

Maksud membela orang-orang kafir dengan menggembosi semangat juang kaum muslimin sehingga sebagian dari mereka kembali pulang dan tidak ikut berjihad. Inilah yang terjadi pada peristiwa Perang Uhud.

Dengan dua alasan di atas, orang-orang munafik meminta bagian dari harta rampasan perang kepada orang-orang kafir.

(2) Firman-Nya,

فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ

“Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat.”

Allah akan menghukumi mereka pada hari kiamat dengan hukuman yang adil, dengan memberikan pahala yang besar bagi orang-orang beriman, serta memasukkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir ke dalam neraka.

 

Pelajaran (3) Menguasai Umat Islam

وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”

(1) Ayat di atas mengandung dua makna:

Pertama: Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai umat Islam secara keseluruhan di muka bumi ini.

Seandainya orang-orang kafir bisa menguasai umat Islam, itu hanya terjadi di sebagian tempat saja. Itu pun kadang bersifat sementara dan tidak lama.

(a) Sebagai contoh, pasukan Mongol bisa menguasai Kota Baghdad dan sekitarnya. Akan tetapi wilayah Hijaz (Mekkah dan Madinah), Mesir dan wilayah-wilayah lainnya tidak mampu mereka kuasai. Bahkan pasukan Islam dari Mesir yang dipimpin oleh Saifuddin Qutuz dan Zhahir Baibars mampu mengalahkan pasukan Mongol dalam Perang ‘Ain Jalut.

(b) Begitu juga pasukan Salib hanya menguasai beberapa wilayah umat Islam, yang kemudian mereka dikalahkan oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayyubi.

(c) Di dalam hadits Tsauban bahwa Nabi ﷺ, bahwa Allah berfirman,

وأن لا أسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم يستبيح بيضتهم

“Aku tidak memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri lalu mereka menyerang perkumpulan mereka meski mereka dikepung dari segala penjurunya hingga sebagaian dari mereka membinasakan sebagian lainnya.” (HR. Muslim)

Kedua: Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman selama orang-orang beriman berpegang teguh kepada agamanya dan menjauhi maksiat, sebab maksiat menyebabkan kekalahan umat Islam dalam peperangan.

(a) Sebagaimana yang terjadi pada perang Uhud, karena kemaksiatan yang dilakukan oleh pasukan pemanah, maka umat Islam menderita kekalahan. Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَلَّوۡاْ مِنكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِ إِنَّمَا ٱسۡتَزَلَّهُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِبَعۡضِ مَا كَسَبُواْۖ وَلَقَدۡ عَفَا ٱللَّهُ عَنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٞ

“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi ma'af kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Qs. Ali ‘Imran: 155)

(b) Di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma tentang doa Rasulullah ﷺ yang panjang disebutkan dalam sebuah riwayat,

وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

“Dan janganlah Engkau jadikan orang yang tidak kenal belas kasih untuk menguasai kami. (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)

(2) Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud dari (سَبِيلًا) pada ayat di atas adalah hujjah dan dalil. Maksudnya bahwa Allah tidak akan memberikan kesempatan kepada orang-orang kafir untuk bisa mengalahkan kaum muslimin di dalam berdebat dan berdialog. Tidak ada hujjah atau dalil yang dimiliki oleg orang-orang kafir, kecuali bisa dipatahkan dan dikalahkan oleh orang-orang beriman.

(3) Sebagian ulama juga berdalil dengan ayat ini tentang haramnya wanita Muslimah menikah dengan laki-laki kafir, baik dari kalangan orang-orang musyrik maupun Ahli Kitab. Hal ini dikarenakan seorang suami yang akan mengatur dan menguasai istrinya.

(4) Ayat di atas juga sebagai dalil tidak sahnya seorang wali kafir untuk menikahkan anak perempuannya yang Muslimah, sebab perwalian adalah salah satu bentuk penguasaan.

 

***

Jakarta, Jumat, 20 Mei 2022

KARYA TULIS