Karya Tulis
120 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 142-144) Bab 259 Mereka Terombang-ambing


إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”

(Qs. an-Nisa’: 142)

 

Pelajaran (1) Empat Sifat Munafik

Ayat ini menyebutkan empat sifat orang-orang munafik selain yang telah disebutkan pada ayat0ayat sebelumnya. Keempat sifat tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Sifat Pertama: Orang-orang munafik berusaha untuk menipu Allah.

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.”

Kata (يُخَٰدِعُونَ) artinya mereka menipu. Maksudnya menampakkan suatu perbuatan yang bukan sebenarnya, seperti orang-orang munafik menampakkan keimanan di depan kaum muslimin, padahal mereka tidak beriman.

Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

قبل الساعة سنون خداعة يكذب فيها الصادق ويصدق فيها الكاذب ويخون فيها الأمين ويؤتمن فيها الخائن وينطق فيها الرويبضة

“Sebelum hari kiamat akan datang tahun-tahun yang penuh tipu muslihat, orang yang jujur didustai sedang pendusta dipercaya, orang yang amanah dikhianati sedang pengkhianat diberi amanah, dan Ruwaibidhah akan berbicara” (HR. Ahmad)

Adapun makna ayat di atas ada dua, yaitu:

(a) Orang-orang munafik menampakkan keimanan mereka di depan kaum muslimin dan menyembunyikan kekafiran dalam hati mereka. Dengan perbuatan itu, mereka menganggap sudah bisa menipu Allah dan orang-orang beriman. Padahal Allah mengetahui tipuan mereka dan apa yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka.

(b) Mereka melakukan hal tiu, tetapi Allah membiarkan mereka selamat di dunia. Darah dan harta mereka terjaga. Tetapi Allah akan menyiksa mereka dan memasukkan mereka ke dasar api neraka pada hari kiamat.

(2) Sifat Kedua: Orang-orang munafik sangat malas untuk mengerjakan shalat.

وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.”

Mereka malas mengerjakan shalat karena tidak ada dorongan keimanan dari dalam hati mereka. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa shalat tidak membawa keuntungan materi bagi mereka di dunia, kecuali mereka hanya ingin selamat dari ancaman orang-orang beriman.

Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

إن أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوا

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, pasti mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sifat munafik yang bermalas-malasan ketika mengerjakan shalat juga disebutkan di dalam firman Allah ﷻ,

وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَٰتُهُمۡ إِلَّآ أَنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا يَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ كُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَٰرِهُونَ

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (Qs. at-Taubah: 54)

(3) Sifat Ketiga: Orang munafik ketika beramal tidak ikhlas karena Allah, tetapi beramal untuk dipuji, didengar, dan dilihat oleh orang.

يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ

“Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia.”

Semua amalan orang munafik tujuannya adalah mencari keuntungan dunia, tidak ada yang diniatkan karena Allah atau untuk mencari keuntungan akhirat.

(4) Sifat Keempat: Orang munafik tidaklah mengingat Allah kecuali sedikit.

وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا

“Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda,

تلك صلاة المنافق يجلس يرقب الشمس حتى إذا كانت بين قرني الشيطان قام فنقر أربعا لا يذكر الله فيها إلا قليلا

“Itu adalah shalatnya munafik, duduk menunggu matahari hingga apabila matahari berada di antara dua tanduk syetan ia berdiri lalu mematuk empat kali, dan tidaklah ia berdzikir kepada Allah kecuali sedikit.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

Pelajaran (2) Terombang-ambing

مُّذَبۡذَبِينَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ لَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ وَلَآ إِلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلٗا

“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (Qs. an-Nisa’: 143)

(1) Keadaan orang-orang munafik terombang-ambing antara kelompok orang-orang beriman dan kelompok orang-orang kafir. Zhahirnya bersama orang-orang beriman, tetapi batin dan perasaannya bersama orang-orang kafir.

(2) Sebagian dari mereka juga bimbang dan bingung kadang cenderung kepada kaum muslimin, dan kadang cenderung kepada kaum kafir. Ini seperti firman Allah ﷻ,

كُلَّمَآ أَضَآءَ لَهُم مَّشَوۡاْ فِيهِ وَإِذَآ أَظۡلَمَ عَلَيۡهِمۡ قَامُواْۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمۡعِهِمۡ وَأَبۡصَٰرِهِمۡۚ

“Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.” (Qs. al-Baqarah: 20)

(3) Di dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

مثل المنافق كمثل الشاة العائرة بين الغنمين تعير إلى هذه مرة وإلى هذه مرة

“Orang Munafik itu bagaikan seekor kambing di antara dua kambing (yang bingung untuk menentukan mana yang harus diikuti) terkadang mengikuti yang ini dan terkadang mengikuti yang itu.” (HR. Muslim)

 

Pelajaran (3) Hujjah bagi Allah

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ عَلَيۡكُمۡ سُلۡطَٰنٗا مُّبِينًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (Qs. an-Nisa’: 144)

(1) Ayat ini melarang orang-orang beriman untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, teman dekat dan wali bagi mereka dengan meninggalkan orang-orang beriman.

(2) Perbuatan seperti itu seakan memberikan hujjah dan alasan bagi Allah untuk menghukum mereka serta dicabutnya perlindungan dan pertolongan Allah kepada mereka.

Kata (سُلۡطَٰنٗا) di sini artinya hujjah dan dalil atau alasan. Ini seperti firman Allah ﷻ,

مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسۡمَآءٗ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."” (Qs. Yusuf: 40)

Begitu juga di dalam firman Allah ﷻ,

وَكَيۡفَ أَخَافُ مَآ أَشۡرَكۡتُمۡ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمۡ أَشۡرَكۡتُم بِٱللَّهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهِۦ عَلَيۡكُمۡ سُلۡطَٰنٗاۚ فَأَيُّ ٱلۡفَرِيقَيۡنِ أَحَقُّ بِٱلۡأَمۡنِۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?” (Qs. al-An’am: 81)

(3) Larangan menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, teman dekat, dan wali, juga terdapat di dalam firman Allah ﷻ,

لَّا يَتَّخِذِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَلَيۡسَ مِنَ ٱللَّهِ فِي شَيۡءٍ إِلَّآ أَن تَتَّقُواْ مِنۡهُمۡ تُقَىٰةٗۗ وَيُحَذِّرُكُمُ ٱللَّهُ نَفۡسَهُۥۗ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلۡمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (Qs. Ali ‘Imran: 28)

 

***

Jakarta, Jum’at, 20 Mei 2022

KARYA TULIS