Hukum Akad al-Istishna’
Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA
Pengertian al-istishna’
Al-istishna’ adalah seseorang meminta orang lain membuatkan suatu barang dengan menyebutkan sifat-sifat khusus. (Al-Kasani, Badai’ ash-Shonai’ : 5/3, as-Sarkhi, al-Mabsuth : 12/139)
Contoh-contoh al-istishna’ dalam kehidupan kita sehari-hari adalah sebagai berikut :
- Seseorang memesan kepada tukang kayu untuk membuatkan rak buku dengan tipe tertentu, nanti bayarnya ketika rak buku itu sudah selesai. Semua bahannya yang menyediakan adalah tukang kayu tersebut .
- Seseorang memesan kepada pemilik konveksi baju untuk membuat seragam baju sekolah dengan motif dan model tertentu.
- Seseorang memesan kepada kontraktor untuk membangun kantor atau rumah di atas tanah miliknya dengan bentuk dan ukuran tertentu. Semua bahan bangunan berasal dari kontraktor tersebut.
Hukum Akad Al-Istishna’
Para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapi al-istishna’ ini, apakah termasuk akad jual beli, atau akad sewa atau akad as-salam.
Pendapat Pertama : mengatakan bahwa al-istishna’ termasuk dalam akad as-salam. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. ( Ad-Dardiri, asy-Syarh ash-Shoghir, 3/287 )
Adapun yang dimaksud akad as-salam adalah seseorang memesan sesuatu yang belum ada dengan menyebutkan sifat-sifat tertentu dan pembayaran dilakukan di awal terjadinya akad. Adapun perbedaan antara keduanya, bahwa akad al-istishna’ berlaku pada barang-barang yang dibuat oleh pabrik atau kerajinan tangan, sedangkan akad as-salam berlaku pada tumbuh-tumbuhan dan sayur-sayuran yang di tanam.
Dasar dibolehkan akad as-salam ini adalah hadist Ibnu Abbas :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
“ Dari Ibnu Abbas dia berkata, "Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, penduduk Madinah menjual buah-buahan dengan pembayaran di muka, sedangkan buah-buahan yang dijualnya dijanjikan mereka dalam tempo setahun atau dua tahun kemudian. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang menjual kurma dengan akad as-salam, hendaklah dengan takaran tertentu, timbangan tertentu dan jangka waktu tertentu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Pendapat Kedua : menyatakan bahwa al-istishna’ merupakan akad tersendiri dan bukan termasuk dalam akad as-salam. Ini merupakan pendapat al-Hanafiyah. Dalil mereka adalah riwayat yang menyatakan :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْطَنَعَ خَاتَمًا
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memesan seseorang untuk membuat cincin untuk beliau.” (HR. Bukhari)
Begitu juga beliau memesan seseorang untuk membuat mimbar masjid, sebagaimana dalam hadist Sahal :
عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْسَلَ إِلَى امْرَأَةٍ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَكَانَ لَهَا غُلَامٌ نَجَّارٌ قَالَ لَهَا مُرِي عَبْدَكِ فَلْيَعْمَلْ لَنَا أَعْوَادَ الْمِنْبَرِ فَأَمَرَتْ عَبْدَهَا فَذَهَبَ فَقَطَعَ مِنْ الطَّرْفَاءِ فَصَنَعَ لَهُ مِنْبَرًا
“Dari Sahal bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam menyuruh seorang wanita Muhajirin yang memiliki seorang budak tukang kayu. Beliau berkata kepadanya; "Perintahkanlah budakmu agar membuatkan mimbar untuk kami". Maka wanita itu memerintahkan budaknya. Maka ghulam itu pergi mencari kayu di hutan lalu dia membuat mimbar untuk beliau. “ (HR. Bukhari)
Tetapi di dalam kalangan al-Hanafiyah sendiri terjadi perbedaan pendapat, apakah al-istishna’ hanya sebuah janji yang harus ditepati atau sebuah akad.
Waktu Pembayaran
Atas dasar perbedaan ulama di dalam menentukan status akad al-istishna’, maka merekapun berbeda pendapat di dalam menentukan waktu pembayaran :
Pendapat Pertama : Pemesan wajib untuk membayar terlebih dahulu di awal transaksi kepada pihak kedua. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, karena mereka menganggap bahwa al-istishna’ ini bagian dari akad as-salam, sedangkan dalam akad as-salam semua ulama sepakat pembayarannya harus dilakukan diawal transaksi.
Alasan lainnya, bahwa jika pembayaran ditangguhkan maka termasuk katagori jual beli hutang dengan hutang, dan hal ini dilarang, sebagaimana dalam hadist Ibnu Umar :
عَن ابنُ عُمر أَنَّ النَبي صَلَّى الله عَليهِ وسّلم نَهَى عَن بَيعِ الكَالِئ بِالكَالِئ
“Dari Ibnu Umar bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wassalam melarang jual beli hutang dengan hutang “ (HR. Daruqutni dan dishahihkan oleh Hakim)
Pendapat Kedua : Pemesan boleh membayar ketika pesanan sudah jadi dan sesuai dengan kreteria yang disepakati. Ini adalah pendapat ulama al-Hanafiyah dan didukung oleh Muktamar Majma’ al-Fiqh al-Islami yang diadakan di kota Jeddah pada tanggal 7-12 Dzulqa’dah 1412 H/ 9-14 Mei 1992 M, pada keputusan no 66/3/7 tentang akad al-Istishna’, dan diantara isinya adalah sebagai berikut : “Dibolehkan di dalam akad al-Istishna’ tersebut untuk menangguhkan pembayarannya secara keseluruhan, atau diangsur secara periodik dalam waktu yang terbatas. “
Tetapi perlu digaris bawahi bahwa pendapat kedua yang membolehkan pembayaran di akhir ini, akan terjebak dalam jual beli hutang dengan hutang, karena membeli barang yang belum ada dengan uang yang belum ada juga, bukankah hal ini dilarang sebagaimana dalam hadist Ibnu Umar di atas? Sebagian kalangan memberikan jalan keluar dengan cara merubah akad al-istishna ini menjadi dua akad lain, yaitu akad jual beli barang (bahan dasar) dengan kredit, dan akad jasa pembuatan barang tersebut. (M Taufiq Ramadhan, Al-Buyu’ asy-Syai’ah, hlm : 178)
Tentunya paling baik adalah membayar terlebih dahulu, sebagaimana yang dinyatakan oleh mayoritas ulama, agar kita bisa keluar dari perbedaan pendapat di atas.
Al-Istishna’ Paralel
Al Istishna’ Paralel adalah seseorang yang mendapatkan pesanan dari orang lain -umpamanya untuk membuat rak buku-, dia tidak mengerjakannya sendiri, tetapi mengupahkan kepada pihak ketiga. Apakah hal ini dibolehkan? Jawabannya adalah selama hal itu tidak mempengaruhi point-point yang sudah disepakati antara kedua belah pihak, seperti harga dan sifat-sifat barang, maka hukumnya boleh. Ini seperti halnya seseorang yang menerima pesanan barang, kemudian pengerjaannya diserahkan kepada bawahannya atau tukangnya. Wallahu A’lam.
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »