Hukum Menyembelih Dari Tengkuk
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ
“Apa-apa (dari sembelihan) jika darahnya mengalir dan disebut nama Allah, maka makanlah oleh kalian“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Barang siapa yang menyembelih binatang dari tengkuk atau dari pinggir leher sampai terputus urat-urat al-hulqum (tenggorokan saluran pernafasan), al-wajdain (saluran darah), dan al-mari’ (saluran makanan), maka dia telah berdosa, karena telah menyiksa binatang.
Tetapi bagaimana hukum sembelihan yang disembelih dari tengkuk atau dari penggir leher, apakah haram untuk dimakan ataukah tetap halal? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama: Jika seseorang sengaja menyembelih binatang dari tengkuknya maka hukum haram, walaupun pisau tersebut sampai ke urat tenggorakan. Ini seperti seseorang membunuh binatang dengan menusuk perutnya, maka binatang tersebut haram untuk dimakan.
Tetapi, jika itu dilakukan tanpa ada unsur kesengajaan, seperti ketika menyembelih tiba-tiba lehernya berputar dan yang terputus tengkuknya terlebih dahulu, maka dalam keadaan seperti ini hukumnya halal. Ini pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad dalam riwayat dari keduanya.
Alasannya sebagaimana disebutkan Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni (8/578):
لِأَنَّ الجَرحَ فِي اْلقَفَا سَبب للزهُوقِ وَهُو فيِ غَيرِ مَحلَ الذَبحِ فِإذَا اجتَمَعَ مَعَ الذبحِ منع حله كما لو بَقَرَ بَطنَهَا
“…karena menyembelih dari tengkuk akan menyebabkan binatang mati seketika, padahal itu bukanlah tempat untuk menyembelih. Jika hal itu terkumpul dengan penyembelihan, maka tidaklah halal, seperti kalau seseorang membunuh dengan cara membedah perutnya. “
Ringkasnya, pendapat pertama ini membedakan antara menyembelih binatang melalui tengkuk dengan sengaja dan dengan tidak sengaja. Jika dengan sengaja hukumnya haram, dan jika dengan tidak sengaja hukumnya halal.
Pendapat Kedua: Menyembelih dari tengkuk hukumnya halal. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan sahabatnya Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani, asy-Syafi’I dan Ahmad dalam riwayat lain dan Ibnu Hazm.
Dalilnya adalah sebagai berikut:
Pertama: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ
“Apa-apa (dari sembelihan) jika darahnya mengalir dan disebut nama Allah, maka makanlah oleh kalian“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas menunjukkan keumuman halalnya binatang yang disembelih, selama darahnya mengalir dan disebut nama Allah, termasuk di dalamnya binatang yang disembelih dari tengkuk atau dari lehernya.
Kedua: Sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah di dalam Mushannaf-nya (20151):
عَن عَلْقَمَةَ ، قَالَ : كَانَ حِمَارُ وَحْشٍ فِي دَارِ عَبْدِ اللهِ فَضَرَبَ رَجُلٌ عُنُقَهُ بِالسَّيْفِ وَذَكَرَ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ ، فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : صَيْدٌ فَكُلُوهُ.
“Dari ‘Alqamah, dia berkata: “bahwa keledai liar masuk ke rumahnya Abdullah bin Mas’ud, tiba-tiba seorang laki-laki memukul (menebas) tengkuknya dengan pedang seraya menyebut nama Allah. Ibnu Mas’ud mengatakan: Itu adalah binatang buruan, maka makanlah.“
Ketiga: Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari (9/642):
أنَّ جَزَّارَا لِأَنَس ذَبَحَ دَجَاجَةً فاضطَرَبَتْ فذبحهَا مِنْ قَفَاهَا فأطَارَ رَأسها فأرادُوا طرحَها فأمَرهُمْ أنس بأكلها
“Bahwa para jagal yang dimiliki Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu suatu ketika dia menyembelih seekor ayam, tetapi ayam tersebut meronta-ronta, maka dia menyembelih dari tengkuknya sampai terbang kepalanya. Mereka ingin membuang ayam tersebut, tetapi justru Anas bin Malik menyuruh untuk memakannya.”
Pendapat Ketiga: Hukum hewan yang disembelih dari tengkuk harus diperinci terlebih dahulu;
Jika menyembelih dari tengkuk tetapi tidak sampai mati, kemudian diulangi di tempat urat tenggorakan hewan tersebut hingga mati, maka hukumnya halal untuk dimakan. Tetapi, jika menyembelih dari tengkuk sampai mati, padahal pisau tersebut belum sampai memotong urat tenggorakan, maka hukumnya haram.
Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah dalam madzhab yang shahih.
Imam Az-Zaila’I di dalam Tabyin al-Haqaiq (5/292) menyebutkan:
قَالَ الْفَقِيهُ أَبُو بَكْرٍ الْأَعْمَشُ وَهَذَا إنَّمَا يَسْتَقِيمُ أَنْ لَوْ كَانَتْ تَعِيشُ قَبْلَ قَطْعِ الْعُرُوقِ أَكْثَرَ مِمَّا يَعِيشُ الْمَذْبُوحُ حَتَّى تَحِلَّ بِقَطْعِ الْعُرُوقِ ، فَيَكُونَ الْمَوْتُ مُضَافًا إلَيْهِ أَمَّا إذَا كَانَتْ لَا تَعِيشُ إلَّا كَمَا يَعِيشُ الْمَذْبُوحُ فَإِنَّهُ لَا يَحِلُّ لِأَنَّهُ يَحْصُلُ الْمَوْتُ مُضَافًا إلَى الْفِعْلِ السَّابِقِ فَلَا يَحِلُّ . ا هـ
“Berkata al-Faqih Abu Bakar al-A’masy: “Hukum ini berlaku, jika binatang tersebut masih hidup sebelum dipotong urat-uratnya, yaitu hidup yang lebih dari sekedar hidupnya binatang yang sudah disembelih, sehingga masih dikatakan halal dengan cara memutus urat-uratnya, sehingga kematiannya disebabkan karena sembelihan. Adapun jika binatang tersebut tidaklah hidup (setelah disembelih dari tengkuknya), kecuali seperti hidupnya binatang yang disembelih, maka tidaklah halal. Karena kematiannya disebabkan oleh perbuatan sebelumnya (yaitu dipukul tengkuknya), maka tidak halal“
Dalil dari perincian seperti ini dianalogikan dengan binatang yang tertabrak, tertanduk atau jatuh dari ketinggian. Jika binatang tersebut masih hidup dan belum mati, kemudian segera disembelih, maka hukumnya halal. Tetapi jika telah mati, kemudian baru disembelih, maka hukumnya haram. Ini sesuai dengan firman Allah:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (Qs. al-Maidah: 3)
Kesimpulan:
Dari penjelasan perbedaan pandangan ulama tentang hukum menyembelih binatang dari tengkuk, maka pendapat yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang merinci terlebih dahulu; jika binatang tersebut belum sampai mati, kemudian dia menyembelih urat tenggorakan kemudian baru mati, maka hukum halal. Tetapi, jika menyembelih dari tengkuk sampai mati, padahal pisau tersebut belum sampai urat tenggorakan, maka hukumnya haram. Wallahu A’lam.
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »