Karya Tulis
965 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. Al-Baqarah: 30) Bab 26- Ibadah dan Perbaikan Bumi


IBADAH DAN PERBAIKAN BUMI

 

وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ   

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".”

(Qs. al-Baqarah: 30)

 

(1) Kerusakan Bumi

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa kerusakan bumi dan pertumpahan darah akibat penduduknya tidak bertasbih dan mensucikan Allah.

Ini sekaligus menunjukkan bahwa yang dimaksud membuat kerusakan di muka bumi adalah berbuat syirik dan maksiat, karena keduanya akan menyebabkan permusuhan dan pertumpahan darah.

Di antara dalilnya adalah sebagai berikut:

(a) Firman Allah,

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ   

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. al-A’raf: 56)

Maksudnya ayat di atas adalah larangan berbuat kerusakan di muka bumi dengan syirik dan maksiat, setelah Allah memperbaikinya dengan tauhid dan ketaatan.

Dengan dalil pada ayat berikutnya terdapat perintah untuk menyembuhkan dan berdoa kepada-Nya seraya mengharap rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya.

(b) Firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ   إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُوقِعَ بَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ فِي ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِۖ فَهَلۡ أَنتُم مُّنتَهُونَ  

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Qs. al-Maidah: 90-91)

Ayat di atas menunjukkan bahwa minuman keras dan perjudian yang notabene adalah salah satu bentuk maksiat akan menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.

Firman-Nya,

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ  لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ  إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ  فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ  فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِين

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam." "Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim." Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” (Qs. al-Maidah: 27-31)

Dalam ayat di atas menceritakan terjadinya pertumpahan darah pertama kali yang dilakukan oleh manusia akibat tidak ada ketakwaan di dalamnya.

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ 

“Allah hanya menerima amalan dari orang muttaqin.” (Qs. al-Maidah: 27)

(2)   Mensucikan Allah

وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ

“Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” (Qs. al-Baqarah: 30)

Malaikat adalah makhluk Allah yang tidak pernah bermaksiat kepada-Nya. Karena Allah ciptakan mereka untuk mengerjakan tugas-tugas yang Allah berikan kepada mereka. Tugas mereka berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Di antara mereka ada yang bertugas untuk selalu bertasbih dan mensucikan-Nya.

Bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat mulia dan utama. Dan inilah hakikat penghambaan seseorang kepada Allah.

Sebenarnya manusia dan jin pun diciptakan oleh Allah untuk tujuan tersebut, yaitu beribadah kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ   

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Qs. adz-Dzariyat: 56)

Di dalam ayat 30 surah al-Baqarah di atas malaikat mempertentangkan antara bertasbih dan berbuat kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang jika sibuk beribadah kepada Allah, maka tidak ada kesempatan baginya untuk bermaksiat apalagi membuat kerusakan di muka bumi.

Bertasbih di dalam al-Qur'an juga berarti beristighfar, sebagaimana firman-Nya

فَلَوۡلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُسَبِّحِينَ  لَلَبِثَ فِي بَطۡنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ  

“Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Qs. ash-Shaffat: 143-144)

Tasbih pada ayat di atas maksudnya beristighfar sebagaimana  yang disebutkan dalam firman-Nya,

 أَمِ ٱتَّخَذُوٓاْ ءَالِهَةٗ مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ هُمۡ يُنشِرُونَ  

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim".” (Qs. al-Anbiya’: 87)

Sebagian lain mengartikan tasbih Nabi Yunus di dalam perut ikan Paus adalah melalui shalat. Ini dikuatkan di dalam beberapa hadits bahwa Rasulullah bertasbih ketika dalam perjalanan. Dan maksud bertasbih di sini adalah beliau melakukan shalat sunnah.

Keutamaan bertasbih sangat banyak sekali.

(a) Di antaranya di dalam hadits,

عَنْ جُوَيْرِيَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ عِنْدِهَا بُكْرَةً حِينَ صَلَّى الصُّبْحَ وَهِيَ فِي مَسْجِدِهَا ثُمَّ رَجَعَ بَعْدَ أَنْ أَضْحَى وَهِيَ جَالِسَةٌ فَقَالَ مَا زِلْتِ عَلَى الْحَالِ الَّتِي فَارَقْتُكِ عَلَيْهَا قَالَتْ نَعَمْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ قُلْتُ بَعْدَكِ أَرْبَعَ كَلِمَاتٍ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَوْ وُزِنَتْ بِمَا قُلْتِ مُنْذُ الْيَوْمِ لَوَزَنَتْهُنَّ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَا نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ

Dari Juwairiyah bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari rumah Juwairiyah pada pagi hari usai shalat Subuh dan dia tetap di tempat shalatnya. Tak lama kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kembali setelah terbit fajar (pada waktu dhuha), sedangkan Juwairiyah masih duduk di tempat shalatnya. Setelah itu, Rasulullah menyapanya: "Ya Juwairiyah, kamu masih belum beranjak dari tempat shalatmu?" Juwairiyah menjawab; 'Ya. Saya masih di sini, di tempat semula ya Rasulullah.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Setelah keluar tadi, aku telah mengucapkan empat rangkaian kata-kata sebanyak tiga kali yang kalimat tersebut jika dibandingkan dengan apa yang kamu baca seharian tentu akan sebanding, yaitu “Maha Suci Allah dengan segala puji bagi-Nya sebanyak hitungan makhluk-Nya, menurut keridlaan-Nya, menurut arsy-Nya dan sebanyak tinta kalimat-Nya”.” (HR. Muslim, 4905)

(b) Dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى اَلرَّحْمَنِ, خَفِيفَتَانِ عَلَى اَللِّسَانِ, ثَقِيلَتَانِ فِي اَلْمِيزَانِ, سُبْحَانَ اَللَّهِ وَبِحَمْدِهِ , سُبْحَانَ اَللَّهِ اَلْعَظِيمِ

“Dua kalimat yang disukai oleh Yang Maha Pengasih dan ringan di lidah namun berat di timbangan adalah: “Mahasuci Allah dan aku memuji-Nya; dan Mahasuci Allah Yang Mahaagung.” (HR. al-Bukhari, 6406 dan Muslim, 2694)

(c) Juga dikuatkan dengan hadits bacaan ruku’ dan sujud. Hadits Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

 كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ: سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rukuk dan sujudnya membaca ‘Mahasuci Engkau Ya Allah, Rabb kami dengan memuji-Mu, Ya Allah, ampunilah aku’.” (HR. Bukhari, 817 dan Muslim, 484)

(d) Dalam hadits doa Istiftah shalat. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

 كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا اسْتَفْتَحَ الصَّلاَةَ قَالَ : سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ ، وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika memulai shalat, beliau membaca: ’Maha suci Engkau ya Allah dan dengan pujian-Mu, dan Maha Berkah Nama-Mu, dan Maha Tinggi Keagungan-Mu dan tiada sesembahan yang lebih berhak untuk disembah selain-Mu.’.” (Hadits Shahih. HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

(e) Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menaklukkan Makkah, beliau diperintahkan untuk banyak mengucapkan tasbih dan istighfar.

فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابَۢا  

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Qs. an-Nashr: 3)

(f) Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  mendapatkan tekanan dan intimidasi dari kaum kafir, beliau diperintahkan untuk banyak bertasbih, bersujud dan beribadah. Allah berfirman,

وَلَقَدۡ نَعۡلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدۡرُكَ بِمَا يَقُولُونَ  فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ ٱلسَّٰجِدِينَ  وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ   

“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Qs. al-Hijr: 97-99)

 

 ***

 Ahmad Zain An-Najah

KARYA TULIS